Merkuri: Logam Unik yang Mematikan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) telah menyepakati konvensi tentang Minamata, yang berarti sepakat untuk mengurani penggunaan merkuri dalam berbagai kegiatan.
Konvensi itu diadopsi pada 10 Oktober tahun ini di kota Kumamoto, Jepang di mana pernah terjadi bencana minamata yang mengerikan pada pertengahan abad ke-20. Setelah perundingan selama empat tahun sejak 2009, negara-negara sepakat untuk mengurangi pemakaiannya, khususnya pada pertambangan emas.
Pencemaran merkuri telah menjadi bahaya bagi dunia ini, karena akibatnya yang serius dan berjangka panjang pada kesehatan. Dampak pencemaran merkuri adalah pada sistem saraf manusia, dan telah dikenal sejak zaman Yunani dan Romawi.
Dampak potensial kesehatan meliputi gangguan tiroid dan fungsi hati, iritabilitas, tremor, gangguan penglihatan, kehilangan memori, gangguan pada ginjal dan pencernaan, serta masalah jantung atau kardiovaskular.
Program Lingkungan PBB (UNEP) menyebutkan tiap tahun 260 ton merkuri dilepas ke danau dan sungai dan menyebabkan ikan sebagai sumber makanan terkontaminasi dan akan terserap pada tubuh manusia.
Apa itu Merkuri?
Merkuri sebelumnya dikenal sebagai air raksa, dari bahasa Yunani untuk menyebut air dan perak. Simbolnya Hg, dengan nomor atom 80, dan berat 200,59. Yang unik material ini dikategorikan sebagai logam, namun bisa cair pada suhu ruangan.
Merkuri digunakan sebagai bahan kimia industri atau untuk aplikasi listrik dan elektronik, seperti dalam bentuk Cinnabar (merkuri sulfida). Selain itu merkuri dalam berbagai kadarnya digunakan untuk industri makanan, kesehatan, dan yang paling umum digunakan di pertambangan emas untuk mengikat. Produsen terbesarnya adalah China dan Kyrgyzstan, menurut data US Geological Survey.
Merkuri yang berkilau memang tampak indah, tetapi logam yang unik ini justru dikenal sangat mematikan. Logam ini menarik karena mudah mencair dan mudah bereaksi dengan emas. Para penambang emas biasanya menuangkan merkuri, dan menghasilkan gumpalan logam. Setelah dipanaskan, maka merkuri akan menguap dan tersisa kilauan kuning emas.
Namun berhati-hatilah, merkuri merupakan racun yang akibatnya sistemik dan jangka panjang bagi manusia, dan organisme lainnya. Banyak ahli dan penelitian mengungkapkan hal itu.
Dalam sebuah laporan bbc.co.uk menyebutkan bahwa sekitar setengah merkuri yang masuk ke lingkungan setiap tahun berasal dari letusan gunung berapi dan proses geologi lainnya. Dan tidak ada yang bisa dilakukan untuk mencegah hal itu.
Namun setengah lainnya dilepaskan oleh manusia dan akan menjadi “pembunuh” bagi manusia sendiri. Itu sebabnya, PBB mengeluarkan konvensi Minamata.
Penggunaan Merkuri
Merkuri telah digunakan sebagai pigmen sejak zaman Neolitik, sekitar 10.000 tahun yang lalu. Para seniman awal menggunakannya untuk menggambar di dinding gua di Turki mengenai aurochs, ternak liar raksasa yang sekarang sudah punah yang mereka buru.
Bangsa Romawi menggunakan sebagai maham make up, dan di China digunakan untuk mewarnai minuman. Pada abad Pertengahan, pigmen yang dicampur dengan lilin digunakan untuk memberikan segel pada dokumen formal.
Selama berabad-abad logam ini juga digunakan dalam pengobatan, bahkan sekarang masih digunakan dalam antiseptik, obat pencahar, obat antidepresan, dan obat-obatan untuk memerangi sifilis.
Termometer masih menggunakan merkuri, dan di kedokteran gigi masih digunakan untuk menambal gigi berlubang. Lampu neon juga masih ada yang menggunakan merkuri.
Dilepas ke Udara atau Air
Data yang diungkap bbc.co.uk menunjukkan bahwa merkuri yang dilepas untuk tambal gigi dan lampu neon hanya sebagian kecil, sekitar 2.000 ton setiap tahun. Sekitar seperempat adalah produk sampingan dari pembangkit listrik. Ada jejak merkuri di batubara, sehingga pembangkit listrik tenaga batu bara memompauap merkuri ke atmosfir.
Dan lebih dari sepertiga meruri yang terlepas dari udara adalah hasil dari nafsu manusia akan logam mulia, emas. Di seluruh dunia, diperkirakan ada 10-15 juta penambang skala kecil yang menggunakan meruri.
Akibatnya merkuri terlepas ke udara dan terbawa air. Di air, logam ini berubah menjadi molekul organik yang sangat beracun (metil merkuri) yang sangat mudah diserap ke dalam tubuh ganggang dan plankton.
Ganggang dan plankton akan menjadi makanan biota air, termasuk ikan, yang lebih besar, dan merkuri akan terserap. Ikan akan dimakan oleh ikan yang lebih besar. Lalu ikan itu pun dikonsumsi oleh manusia.
Dalam satu laporan, BBC mengungkapkan apa yang dialami Fahrul Raji, seorang pria penambang emas berusia 30 tahun. Dia sering mengalami sakit kepala, dan lemah. Dugaan keras dia telah menderita akibat keracunan merkuri.
Merkuri merupakan racun syaraf (neuro-toxin), kata Dr. Stephan Bose - O'Reilly. "Logam berat itu mempengaruhi otak kecil, yang merupakan bagian dari otak yang membantu Anda bergerak dengan benar, dan mengkoordinasikan gerakan Anda. Merkuri juga merusak ginjal dan organ lainnya, tetapi kerusakan saraf itu tidak dapat disembuhkan,” kata dia.
Jika penggunaan merkuri tidak bisa dikontrol, maka sangat akan menjadi masalah kesehatan global yang serius. Sekarang banyak pihak menyarankan untuk konsumsi ikan secara jhati-hari, terutama yang ditangkap di daerah yang tinggi tingkat pencemaran merkurinya.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...