Menteri Agama Minta Media Tidak Kipasi Pluralitas
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Agama, Suryadharma Ali meminta media massa untuk tidak mengipasi atau memanas-manasi hal-hal kecil terkait perbedaan pandangan beragama karena berpontensi mengganggu kerukunan antarumat beragama.
Menag mengaku kecewa ada pihak yang ingin membesarkan persoalan kehidupan beragama di Indonesia. Padahal kehidupan antarumat beragama di Indonesia tergolong baik. Namun di sisi lain, suasana damai dan harmonis itu bersifat dinamis, setiap saat bisa berubah. Karena itu, perlu upaya merawat kerukunan dengan cara tidak mengompori persoalan yang ada.
"Indonesia adalah negara yang sangat menghormati pluralitas, dan kerukunan umat beragama di Indonesia adalah yang terbaik di dunia," kata Menag dalam acara Temu Wicara dengan Media tentang Kerukunan Umat Beragama di Indonesia di Jakarta, Selasa (9/7), seperti dilansir dari situs setkab.go.id.
Dalam acara itu, Menag mengilustrasikan potret kerukunan antar umat beragama di Indonesia, salah satunya menjadikan hari raya umat beragama, seperti Idul Fitri dan Natal sebagai hari libur nasional yang dihadiri Presiden dan Wakil Presiden.
Selanjutnya, Menag mencontohkan juga tentang Konghucu, "Meski ada pandangan bahwa Kong Hucu adalah agama dan juga suatu budaya. (Tetapi) dengan pemeluk yang hanya 0,1 persen, hari besar Kong Hucu tetap diliburkan dan Presiden serta Wakil Presiden ikut merayakannya."
“Indonesia Negara yang sangat menghormati pluralitas,” terang Menag Suryadharma Ali yang didampingi oleh Sekjen Kemenag Bahrul Hayat, Dirjen Bimas Islam Abdul Djamil, Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama, Mubarok, Kepala Pusat Informasi dan Humas Zubaidi dan sejumlah pejabat lainnya.
Sementara itu Sekjen Kemenag Bahrul Hayat menjelaskan bahwa kerukunan adalah kondisi hubungan antarumat yang saling menerima dan menghargai dalam wilayah NKRI. Indikator kerukunan bisa dilihat pada adakah sikap menerima, saling menghormati, kerja sama dalam tindakan nyata.
Menurut Bahrul, kalau ada kasus terkait rumah ibadah, itu bukan mewakili keseluruhan kerukunan umat beragama. Soal kepercayaan tetap diwadai dan diurus oleh Kemendikbud (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan). Di sana ada aliran kepercayaan. Hak-hak sipil yang belum dilayani tetap diupayakan untuk diselesaikan.
“Hal ini memang masih dibahas terus antar-kementerian dan diharapkan dapat dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang Kerukunan Antarumat. Termasuk layanan pernikahan dan identitas kependudukan,” kata Bahrul Hayat.
Pembangunan Tempat Peribadatan
Dalam kesempatan itu, Suryadharma Ali menjelaskan masalah yang terkait dengan pembangunan rumah peribadatan. Ia menyebutkan, bahwa bukan hanya pembangunan gereja yang jadi problem, seperti Yasmin dan Filadelphia. Masalah rumah ibadah itu terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan bukan hanya gereja.
“Sejumlah gereja sudah selesai masalahnya. Gereja Yasmin tidak selesai. Tolong ini jangan dibawa ke ranah agama. Bukan sumber masalahnya agama. Tapi yang berkaitan dengan rumah ibadah semata masalah IMB,” kata Menag.
Selain GKI Yasmin, kata Menag, ada juga pembangunan masjid yang terhambat. Seperti Masjid Baitul Makmur milik Djan Faridz. Namun masalah tersebut tidak diangkat dan tidak membesar.
“Fauzi Bowo dan Djan Faridz sama-sama orang Betawi dan orang NU. Tapi masjid Djan Faridz tidak mendapat IMB. Masalah ini tidak diangkat. Panitia masjid juga tidak membawa jamaah untuk salat Jumat di depan istana,” ungkapnya.
Menurut Menag, permasalahan gereja Yasmin dibesar-besarkan karena ada oknum-oknum yang tidak suka dengan kerukunan agama.
“Jangan disalahpahami. Masih banyak saya kecewa orang-orang yang tidak bangga kerukunan beragama. Kerukunan ini bukan hanya kerjaan SBY dan Menteri Agama sendirian, tapi juga kerjaan umat beragama,” jelasnya.
Menag mengaku heran hal seperti itu diramaikan, sementara pembangunan masjid yang juga terkendala tak diramaikan. Untuk itu, Menag mengajak semua pihak untuk melihat persoalan secara lebih komprehensif.
“Masih banyak persoalan rumah ibadah di Bali dan Papua. Jika ini terus diangkat, hal ini tidak baik,” ujar Menag.
Selain itu, Menag mencatat bahwa sebenarnya agama-agama minoritas justru diberi ruang untuk membangun rumah ibadahnya.
“Data yang dihimpun badan litbang dari tahun 1977-2004, pertumbuhan masjid 64 persen sedangkan rumah ibadah Katolik 152 persen Kristen 133 persen. Hindu 475 persen, Buddha 368 persen ada pandangan bahwa umat mayoritas menghambat pembangunan dilihat dari tuduhan ini tuduhan tersebut tidak terbukti,” paparnya.
Editor : Yan Chrisna
Jenderal Rusia Terbunuh oleh Ledakan di Moskow, Diduga Dilak...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan pada hari Rabu (18/12) bahwa Rusia ...