Menteri Ekonomi Prancis Kecam Pengucilan Sosial Pemuda Muslim
PARIS, SATUHARAPAN.COM – Pengucilan sosial pemuda Muslim di Prancis merupakan bagian permulaan dari radikalisasi dan pemerintah harus memberikan harapan bagi orang-orang miskin yang tinggal di pinggiran kota agar memiliki kehidupan yang lebih baik untuk mengurangi risiko serangan lebih ganas, kata seorang menteri Prancis, hari Minggu (29/11).
Terkait dengan serangan pada tanggal 13 November lalu di Paris yang menewaskan 13 orang, beberapa menteri sosialis senior serta pemimpin oposisi konservatif dan sayap kanan mengatakan kemiskinan dan diskriminasi tidak bisa disalahkan atas kekerasan yang dilakukan oleh kelompok teroris tersebut.
Namun, Menteri Ekonomi Emmanuel Macron mengatakan kepada televisi Canal Plus: “Pengucilan adalah fakta kehidupan di Prancis. Saya tidak mengatakan bahwa inilah yang menjadi penyebab mengapa penembakan itu terjadi, tapi pemuda yang radikal seringkali tidak dapat bersosialisasi di masyarakat.”
Setidaknya ada empat orang yang menjadi tersangka dan masih buron dalam kasus penembakan masyarakat sipil di sebuah gedung konser dan bom bunuh diri di beberapa kafe di Paris. Mereka adalah warga negara Prancis yang tinggal di lingkungan kumuh di Brussels.
Menteri Energi dan Lingkungan, Segolene Royal, menegur Macron dalam pernyataannya yang mengatakan sangat tidak setuju dengan komentarnya untuk membebaskan para teroris tersebut.
“Serangan ini sangat mengejutkan, tidak ada alasan untuk merasa bersalah jika kita menghukum mereka,” kata Royal.
Macron adalah mantan bankir Rothschild yang berupaya untuk membuat lapangan tenaga kerja Prancis lebih fleksibel di tengah gempuran dari partai sosialis kiri yang berkuasa.
Macron (37) mengatakan sistem di Prancis telah gagal jika pelamar kerja dengan nama pertama berbau Islam akan sulit mendapatkan pekerjaan, mengacu pada sebuah studi oleh Institute Montaigne pada Oktober lalu.
Dia menambahkan bahwa para elit politik bersama dengan pihak yang bertanggung jawab harus dapat mengatasi pengucilan pemuda Muslim. “Kita harus menyediakan tempat bagi semua orang, mereka juga saudara kita,” kata dia yang mengacu pada motto Republik Prancis: “Liberty, Equality, Fraternity”.
“Tidak perlu menyalahkan diri sendiri tetapi ini adalah tanggung jawab dari setiap pemimpin politik untuk memahami dan menjelaskan, tidak mengucilkan mereka dan memastikan hal itu tidak terjadi lagi,” kata dia.
“Cara memahami adalah tidak dengan mengucilkan atau menghakimi,” kata dia.
Dia menambahkan bahwa sebagai menteri ekonomi dia akan melakukan apapun untuk memastikan adanya mobilitas sosial yang lebih di Prancis. (ahram.org.eg)
Editor : Eben E. Siadari
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...