Menteri Pertanian Belanda Kagumi Cabai Indonesia
PURWAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Pertanian Belanda Sharon Dijksma mengagumi tanaman sayuran tropis produksi PT East West Seeds Indonesia (Ewindo) saat mengunjungi pabrik benih varietas unggul milik perusahaan ini di Purwakarta.
“Sangat bagus buahnya,” kata Sharon saat melihat tanaman cabai di areal kebun percobaan Ewindo di Purwakarta, Jawa Barat, Jumat (22/11).
Dia menegaskan Belanda sebagai eksportir hortikultura besar dunia sangat peduli dan perhatian dalam upaya mengembangkan hortikultura di Indonesia.
Sharon menjelaskan dalam pertemuan dengan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, mereka membahas berbagai isu untuk memperkuat ketahanan pangan di Indonesia melalui alih teknologi.
“Dalam membangun ketahanan pangan kami telah membuat kesepakatan bersama yang dituangkan melalui MOU,” kata Sharon.
Sharon mengatakan, dengan sumber alam yang dimiliki dirinya percaya masyarakat Indonesia dapat mengembangkan hortikultura sesuai dengan yang diharapkan.
Menteri Pertanian Belanda mengunjungi pabrik Ewindo untuk melihat pabrik yang menjadi andalan 10 juta petani binaan di seluruh Indonesia.
Turut hadir mendampingi Direktur Jenderal Agro Belanda Hans Hoogeveen, pemimpin perusahaan-perusahaan delegasi bisnis Top Sector Belanda, Managing Director Ewindo Glenn Pardede, jajaran direksi serta komisaris Ewindo.
Kunjungan Menteri Pertanian Belanda ini merupakan rangkaian dari kegiatan untuk mempererat hubungan kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Belanda di bidang perdagangan dan pertanian khususnya hortikultura.
“Ewindo sangat bangga menerima kunjungan dari pejabat tinggi pemerintahan Belanda ini. Hal ini adalah bentuk apresiasi dan dukungan atas upaya yang dilakukan oleh sektor swasta untuk turut memajukan industri hortikultura nasional khususnya di bidang perbenihan,” ujar Glenn Pardede.
Menurut Glenn, Ewindo saat ini telah menghasilkan sekitar lebih dari 150 varietas unggul sayuran tropis lokal di antaranya tomat, cabai, timun, kacang panjang, terong, kangkung, caisim dan semangka.
Untuk menghasilkan beragam benih unggul sayuran tersebut Ewindo bekerja sama dengan sekitar 7.000 petani produksi benih dan lebih dari 35 ribu tenaga polinator yang bekerja pada petani produksi.
Selain itu Ewindo juga membina lebih dari 10 juta petani komersial yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Secara umum, petani sayuran pengguna benih Ewindo memiliki penghasilan rata-rata 35 kali lebih besar atau 3.500 persen dibanding petani padi.
Sementara, petani produksi memiliki rata-rata penghasilan lebih tinggi atau hampir 40 kali lebih besar dari pendapatan petani padi, jelas Glenn.
Ewindo terus berinovasi menghasilkan benih berkualitas untuk memberikan keuntungan lebih bagi petani. Sebagai contoh Ewindo meluncurkan benih tomat, kacang panjang dan timun tahan virus Gemini yang menjadi solusi terhadap serangan virus tersebut yang selama ini menyebabkan kerugian yang cukup besar bagai petani, kata Glenn.
Ewindo, menjelaskan, juga telah berhasil mengembangkan benih jagung manis Bonanza di Indonesia. Varietas ini sekaligus mengenalkan masyarakat Indonesia terhadap jagung yang memiliki rasa manis yang kuat sekaligus ukuran yang besar.
Jagung manis juga membawa bisnis turunan dan membuka ratusan lapangan kerja baru mulai dari pedagang jagung manis mentah hingga makanan hasil olahan jagung manis.
Luas area tanam jagung manis di Indonesia saat ini diperkirakan 75 ribu hektar meningkat signifikan dibanding 10 tahun yang lalu.
Harga jual yang stabil membuat petani sangat menikmati hasil budidaya jagung manis dengan rata-rata penghasilan bersih sekitar 1.500 dolar AS per hektar dengan masa tanam 70 hari.
“Melalui penyediaan benih unggul dan pembinaan kepada petani kami optimistis mampu membantu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani. Ewindo berkomitmen untuk terus melakukan riset guna menghasilkan varietas sayuran tropis hibrida terbaik bagi petani dan masyarakat,” kata Glenn.
Glenn mengatakan, Ewindo banyak belajar dari pemerintah Belanda dalam mengembangkan hortikultura padahal lahan dan iklim yang dimiliki terbatas, serta tenaga kerja mahal namun mampu menjadi eksportir besar dunia.
Sebagai tahap awal pihaknya akan menjalin kerja sama alih teknologi hortikultura karena keunggulan Belanda di bidang riset seperti membuat tomat tahan penyakit/ virus sehingga membuat harganya menjadi terjangkau, kata Glenn.
Glenn mengatakan, salah satu tanaman yang ingin dilakukan kerja sama adalah bawang yang harganya jauh lebih murah dengan kualitas yang lebih baik sehingga memang harus ada teknologi yang dapat diadopsi.
Sebagai gambaran harga bawang di negara tersebut hanya 20 sen dolar AS atau setara Rp 3.000 per kilogram, sedangkan di Indonesia Rp 20.000 per kilogram, jelas Glenn. (Ant)
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...