Menteri PUPR Siap Pangkas Izin Pembangunan Perumahan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menyatakan, pihaknya siap memangkas perizinan yang menghambat pembangunan perumahan untuk masyarakat. Untuk itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian terkait sehingga ada standarisasi perizinan perumahan yang sama di daerah.
“Kami akan berusaha untuk memangkas perizinan yang menghambat program pembangunan perumahan di daerah. Apalagi pemerintah saat ini tengah menggenjot pembangunan sejuta rumah untuk masyarakat,” kata Menteri Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono saat melakukan diskusi dengan puluhan pengembang perumahan di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Selasa (15/9).
Untuk memangkas perizinan perumahan tersebut, katanya Kementerian PUPR akan menggandeng sejumlah kementerian terkait, sehingga para pengembang sebagai pelaku pembangunan perumahan, bisa ikut mendukung pembangunan sejuta rumah seperti yang telah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.
Adanya pemangkasan perizinan di daerah, juga sesuai dengan arahan Menko Perekonomian yang meminta, agar dilakukan paket deregulasi sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Saya minta, agar REI sebagai pelaku pembangunan perumahan dan asosiasi pengembang perumahan lainnya berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan, untuk segera memberikan masukan untuk paket deregulasi perizinan perumahan ke Menko Perekonomian secepatnya. Jadi ke depan kami ingin agar setiap daerah memiliki standarisasi perizinan perumahan yang sama,” katanya.
Adanya masukan dari para pengembang tersebut, nantinya akan disampaikan ke Posko Paket Deregulasi di Kantor Menko Perekonomian, sehingga para menteri terkait dapat segera melakukan pembahasan.
Pihak Kementerian PUPR berharap, pembahasan deregulasi tersebut bisa selesai pada akhir bulan September ini.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia Eddy Hussy mengungkapkan, pihaknya sangat mendukung Kementerian PUPR untuk melakukan upaya pemangkasan izin perumahan di daerah.
Pasalnya selama ini, banyak pengembang di daerah, yang menyatakan banyak perizinan di daerah yang menghambat pelaksanaan pembangunan perumahan untuk masyarakat di daerah.
Selain itu, di lapangan masih terdapat perbedaaan waktu pengurusan izin serta biaya yang harus dikeluarkan, sehingga membingungkan para pengembang.
“Di DKI Jakarta perizinan ternyata bisa lebih dari 40 item, dan masa pengurusan perizinan ternyata melebihi batas waktu, seperti yang telah ditetapkan yakni sekitar 158 hari.
Selain itu, kadang biaya pengurusan izin untuk pengembang besar dan pengembang kecil dibedakan, sehingga membingungkan kami sebagai pelaku pembangunan perumahan,” katanya.
Disamping itu menurut Basuki, pihaknya kini sedang mengkaji soal perubahan definisi rumah sederhana termasuk soal batas harganya dari semula maksimal Rp 114 juta/unit menjadi dalam rentang Rp 114-250 juta/unit.
Tujuannya agar pengembang bisa semangat membangun rumah sederhana atau rumah subsidi. Saat ini yang berlaku adalah subsidi fasilitas likuiditas pembiayaan (FLPP) dengan bunga rendah 5 persen selama 25 tahun.
"Kami ingin ajak pengembang supaya bikin rumah MBR. Kemudian kita melihat definisi rumah sederhana perlu diredefinisi lagi," kata Basuki.
Pada masa lalu rumah tipe 70 m2 masuk kategori sederhana, namun kini yang disebut rumah sederhana adalah tipe 36 m2.
"Menurut PMK (Peraturan Menteri Keuangan) lama rumah sederhana itu harganya Rp 114 juta. Sekarang sudah nggak ada lagi kan rumah di Jakarta harga segitu," kata Basuki. (pu.go.id)
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...