Menuju Tuhan Lewat Sains
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Jika agama-agama masih mau tetap bermakna dalam dunia modern yang saintifik, maka agama harus didekonstruksi total. Dalam dunia dewasa ini, jalah menuju Tuhan adalah lewat sains.
Itu ditegaskan oleh Dr. Ioanes Rahmat Jum’at (31/05) malam saat meluncurkan buku terbarunya, “Beragama dalam era Sains Modern”, di Café Pisa Mahakam, Jakarta. Acara yang dibesut oleh forum muda Paramadina dan forum diskusi Ciputat School dengan sokongan Yayasan Denny JA itu cukup diminati oleh banyak pengunjung, khususnya kaum muda.
Ioanes mengakui, buku hampir setebal 500 halaman itu ditulis melalui riset panjang yang melelahkan. “Mulanya saya berharap dapat mendialogkan perkembangan sains dengan doktrin agama.Tetapi akhirnya saya sadar, itu tidak mungkin. Hasil-hasil riset sains sudah merontokkan klaim-klaim agama konvensional,” kata Ioanes. “Jika agama mau bertahan, maka harus didekonstruksi total. Dan saya ingin menawarkan jalan spiritual yang ilmiah.”
Dalam spiritualitas ilmiah ini, sulit menerima gagasan tentang Tuhan yang bersifat teistik. Tetapi hal itu tidak berarti orang menjadi ateistik. “Tuhan harus dibahasakan secara baru, misalnya sebagai sumber kehidupan, misteri alam semesta," ujarnya. “Dalam riset ilmiah sekarang para ilmuwan juga sadar, ada misteri yang belum terpecahkan. Itulah dimensi transenden yang bersifat adi-ilmiah, dan bisa menjadi ilham bagi spiritualitas yang ilmiah.”
“Saya percaya, bagi manusia modern sekarang jalan menuju Tuhan bukanlah melalui teologi atau agama, melainkan melalui sains,” ujar Ioanes.
Kesimpulan Ioanes mengundang banyak komentar kritis. Menurut Dr. Zainal Abidin Bagir, direktur CRCS (Center for Religious and Cross-Cultural Studies) dari UGM, apa yang menjadi sasaran kritik Ioanes sebenarnya tafsir tertentu tentang keyakinan agama. Begitu juga, menurut doktor dalam filsafat sains ini, cara kerja ilmiah yang digambarkan Ioanes adalah tafsir tertentu tentang sains.
“Saya kira konflik yang terjadi bukanlah antara sains dengan agama, melainkan antara tafsir tertentu tentang agama dengan tafsir tertentu tentang sains,” kata Zainal menanggapi buku Ioanes. “Gambaran tentang sains kan bukan hanya riset, tapi juga ada unsur imajinasi, komunitas, narasi, dstnya. Begitu juga, gambaran tentang agama bukan hanya yang teistik, tetapi juga ada yang non-teistik, seperti misalnya Buddhisme.”
Buku Ioanes sendiri mencerminkan pergulatan spiritual sang penulis. Mantan pendeta GKI yang sekaligus juga pakar penelitian historical Jesus itu dan dulu pernah mengajar di STT Jakarta itu, sekarang mengabdikan diri untuk melakukan riset-riset pribadi khususnya dalam perkembangan sains modern, mulai dari evolusi, fisika, kosmologi, astronomi dan neurosains. Ketekunannya mengikuti perkembangan mutakhir riset sains banyak dipuji orang.
Bahkan seorang peneliti neurosains, Dr. Ryu Hasan, kagum pada kemampuan Ioanes mengolah bahan-bahan itu. “Ioanes berhasil menyajikan potret perkembangan riset neurosains lima tahun terakhir dengan baik dalam bukunya,” pujinya.
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...