Loading...
INDONESIA
Penulis: Tunggul Tauladan 14:24 WIB | Sabtu, 05 Desember 2015

Menurut Profesor Ini, Integritas Tidak Sama dengan Kejujuran

Prof. Agus Sartono, MBA., Ph.D berbicara sebagai keynote speaker dalam Dialog Kebangsaan: Revolusi Mental Memajukan Ekonomi Kerakyatan pada Sabtu (5/12) di Graha Sabha Pramana Putra, Universitas Gajah Mada (UGM). (Foto: Tunggul Tauladan)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM -- Pemerintah Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah mencanangkan visi ke depan yang dirangkum dengan nama Nawacita. Dipercaya, visi tersebut akan bisa terwujud, salah satunya, dengan melakukan revolusi mental. Salah satu upaya untuk merevolusi mental dilakukan dengan membangun budaya yang mengedepankan nilai integritas.

Pernyataan ini dikemukan oleh Prof. Agus Sartono, MBA. Ph.D dalam Dialog Kebangsaan: Revolusi Mental Memajukan Ekonomi Kerakyatan pada Sabtu (5/12) di Graha Sabha Pramana Putra, Universitas Gajah Mada (UGM). Dialog ini menjadi pembuka rangkaian acara dalam rangka Dies Natalis UGM ke-66.

Menurut Prof. Agus, Integritas tidak sama dengan kejujuran. Jika kejujuran dimaknai sebagai perkataan jujur kepada orang  lain, maka integritas dimaknai sebagai berkata jujur kepada diri sendiri.

“Integritas ini penting karena dalam setiap pelantikan pejabat, ada penandatanganan pakta integritas, bukan pakta kejujuran,” demikian disampaikan oleh Deputi Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia ini.

Lebih lanjut Prof. Agus yang hadir sebagai keynote speaker menyampaikan bahwa untuk membudayakan nilai-nilai integritas, peran pendidikan sangat penting. Pasalnya, pendidikan memiliki peran sentral dalam melakukan rekayasa sosial untuk membudayakan individu.

“Pendidikan itu esensinya adalah membentuk karakter, membentuk orang pintar yang baik. Oleh karena itu, pendidikan dimaknai secara luas, yaitu pendidikan di keluarga, sekolah, dan masyarakat,” ujar alumni UGM yang juga duduk sebagai Deputi Bidang Pendidikan dan Agama di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia ini.

Nilai integritas tersebut dapat menjadi tolok ukur moral seseorang. Prof. Agus mencontohkan bahwa jika seseorang melakukan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, sebenarnya dia telah mengabaikan bahkan mengorbankan integritasnya. Oleh karena itu, salah satu upaya paling dini untuk membangun nilai integritas dapat dimulai dari diri sendiri.

“Hidup tidak berarti, meaningless, jika kita tidak punya integritas,” pungkas Prof. Agus Sartono. 

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home