Menyorot Bahaya Mudik Lebaran
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Tak terasa saat ini kita tengah mempersiapkan diri menyambut Idul Fitri yang akan jatuh pada tanggal 6-7 Juli 2016. Lebaran, identik dengan mudik bersuka cita kembali ke kampung halaman untuk berkumpul dengan keluarga. Tetapi, di tengah kebahagiaan, duka masih menyelimuti prosesi mudik. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat korban meninggal akibat kecelakaan dalam perjalanan mudik H-7 sampai H+7 tahun 2015 mencapai angka 628 korban.
Di balik peristiwa kultural yang sangat positif ini, ironisnya justru ada beberapa bahaya laten yang terus mengintai pemudik di setiap hajatan mudik Lebaran. Malapetaka ini bertumpu pada belum optimalnya moda transportasi yang digunakan, khususnya transportasi darat.
“Pertama, rendahnya aspek keselamatan. Terutama dari regulator dan juga penegak hukum (polisi). Petugas yang minim pun menjadi alasan untuk menurunkan gradasi pengawasan di semua lini, bahkan termasuk di sektor penerbangan, penyeberangan, dan kelautan,” kata Ketua YLKI Tulus Abadi seperti yang dilansir dari ylki.or.id, hari Kamis (9/6).
Selain itu, aspek kenyamanan pun ikut turun. Sekalipun untuk pengguna moda transportasi udara. Menurut dia, Bandara Soekarno Hatta yang sudah over capacity, semakin penuh sesak oleh padatnya jadwal penerbangan, apalagi jika disertai delay (penundaan).
Terkait sisi kenyamanan, mayoritas moda transportasi melakukan pelanggaran terhadap Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Ironisnya regulator seolah membiarkan pelanggaran SPM dimaksud, tanpa kompensasi apa pun bagi penggunanya.
Selain itu, ada pula potensi pelanggaran tarif batas. Tarif batas atas (celling price) sangat besar, khususnya oleh bus umum, bahkan tarif pesawat. Ironisnya, ini terjadi setiap tahun saat musim mudik Lebaran.
Kemudian, buruknya infrastruktur jalan untuk jalur alternatif, tidak didukung infrastruktur yang lain, seperti Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan lampu penerangan jalan umum. Akibatnya, banyak pemudik yang malas menggunakan jalur alternatif.
Untuk angkutan penyeberangan (ASDP) terutama angkutan perintis sering mengabaikan aspek keselamatan dengan membawa penumpang melebihi kapasitas.
Setiap tahun, jumlah pemudik yang menggunakan sepeda motor terus meningkat, dengan alasan untuk pertimbangan ekonomis. Tulus menilai, sejatinya, ini hal yang sangat membahayakan, terbukti, jumlah korban kecelakaan lalu lintas dengan korban jiwa sepeda motor masih sangat signifikan, lebih dari 500 orang.
“Tak ada jalan lain, selain harus menekan sekeras mungkin pemudik sepeda motor mau bermigrasi ke angkutan umum massal,” kata dia.
Masalah lain yang sering terjadi ketika mudik adalah kemacetan. Walaupun pemerintah telah menyelesaikan ruas jalan tol Cipali sepanjang 116,7 km, namun yang terjadi hanya memindahkan kemacetan belaka, apalagi jika tidak dibarengi dengan manajemen rekayasa lalu-lintas yang cerdas.
Tulus menilai, solusi yang harus dikerjakan oleh Pemerintah adalah dengan mengatur keberadaan penyelenggaraan mudik gratis.
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...