FOTO
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi
15:12 WIB | Rabu, 17 Mei 2017
Merayakan HUT ke-10, Sangkring Art Space Gelar Empat Pameran
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Memasuki usianya yang kesepuluh tahun, ruang pamer seni Sangkring Art Space menggelar empat pameran dalam waktu bersamaan memanfaatkan seluruh ruangan serta dinding yang ada.
Ruang pamer milik perupa Putu Sutawijaya yang berada di Kampung Nitiprayan, Ngestiharjo-Bantul selama sebulan akan memamerkan karya seni dari seniman/perupa Yogyakarta dan juga luar Yogyakarta.
Pameran "Yogya Annual Art#2: Bergerak" di Bale Banjar Sangkring, Pameran seni rupa "Gift" di Sangkring art space, pameran dan bazaar karya seni grafis "Jogja Edition" di Sangkring art project, serta pameran Ampun Sutrisno project di Pawon Sangkring. Sepanjang lorong masuk dan satu dinding pada Sangkring art project digunakan untuk memajang karya siswa SMSR bertema keberagaman, kebersamaan, dan persatuan.
Pembukaan acara yang berlangsung pada Senin (15/5) malam dihadiri masyarakat seni seniman/perupa, kolektor, kurator, akademisi, serta masyarakat luas. Hadir saat pembukaan perupa senior Djoko Pekik, budayawan Sindhunata, antropolog Kris Budiman, Suwarno Wisetrotomo.
Dalam sambutannya Putu Sutawijaya menyampaikan bahwa Sangkring Art Space yang sesungguhnya berulang tahun pada 31 Mei bisa bertahan dan menjadi seperti saat ini berkat rentangan tangan dari banyak pihak. Dukungan terbesar Sutawijaya dari istrinya, Jenny.
Subroto SM, guru dan teman bagi perupa Yogyakarta
Setelah tahun lalu Sangkring Art Space memberikan ruang khusus untuk dosen-perupa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Fajar Sidik, tahun ini ruang khusus tersebut diberikan kepada dosen seni rupa ISI Yogyakarta yang telah menjalani purna tugas tahun 2011, Subroto SM.
Subroto SM adalah salah satu satu dosen yang menjadi pelaku sejarah perjalanan seni rupa mulai dari Akademi Seni Rupa Indonesia, Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia hingga saat ini melebur menjadi Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta.
Subroto SM merupakan pelukis yang mendedikasikan hidupnya untuk perkembangan pendidikan seni rupa di almamaternya. Meskipun diakui kolega maupun anak didiknya (mahasiswa) tentang talent Subroto dalam melukis, namun dalam berkarya Subroto dianggap mengalami kemandegan.
Dalam sambutannya mewakili Yogya Annual Art#2, Suwarno Wisetrotomo dosen ISI Yogyakarta menceritakan perjalanan Subroto SM, saksi sejarah yang turut mengantarkan ISI Yogyakarta menjadi salah satu kawah candradimuka seniman/perupa Yogyakarta. Bersama perupa Parsuki, Subroto adalah perancang logo ISI Yogyakarta.
Sebagai pelukis, Subroto SM awalnya melukis panorama kehidupan di sekitarnya secara langsung. Jika bicara tentang on the spot, Subroto telah melakukannya sejak tahun 1960-an dimana-mana. Pasar Kuncen, Malioboro, Taman Sari, dan area sekitar Yogyakarta menjadi tempat Subroto melukis on the spot.
Penghargaan cukup bergengsi Wendy Sorensen Memmorial Fund dari Amerika Serikat pernah diterima Subroto tahun 1960-an.
Mengajar dengan mendampingi mahasiswanya hingga berhasil, minimal menyelesaikan studinya. Saat tidak berhasil membujuk mahasiswanya Heri Dono dan Edi Hara yang tinggal menyelesaikan skripsinya menjadi kesedihan tersendiri bagi Subroto. Keputusan kedua mahasiswanya untuk memilih jalan hidup menjadi perupa secara total, meskipun terbukti kedua perupa tersebut dalam perjalanannya memberikan warna-warni bagi perkembangan dunia seni rupa tetap tidak bisa menutupi kesedihan Subroto, jika tidak mau dibilang gagal mengantarkan anak didiknya hingga gerbang akhir pendidikan. Dalam membujuk mahasiswanya menyelesaikan studinya, selain berkirim surat tidak jarang Subroto mengunjungi rumah mahasiswanya.
Sebagai guru, Subroto mengajar dengan hati. Ketika STSRI Yogyakarta digabung menjadi institusi yang lebih besar ISI Yogyakarta dengan aturan-aturan baru terkait dengan kualifikasi akademik pengajarnya. Minimnya tenaga pengajar ISI yang menyelesaikan jenjang pasca sarjananya hingga tingkat doktoral, mendorong Subroto untuk terus menyemangati dosen-dosen muda yang adalah murid-muridnya saat menjadi mahasiswa S-1 agar melanjutkan studinya: untuk dosen yang bersangkutan maupun untuk pengembangan institusi nantinya.
"Karena perannya sebagai birokrat dalam institusi ISI Yogyakarta, karir kesenimanan Subroto tidak begitu cemerlang. Setelah purna tugas dari ISI Yogyakarta, kami semua gembira karena menunggu "kegilaan-kegilaan" Subroto untuk berkarya lagi," papar Suwarno.
Karena peran-peran yang telah dijalaninya, YAA#2 menempatkan Subroto sebagai seniman tamu yang diberikan kehormatan mengisi satu dinding suci (holly wall) di Bale Banjar Sangkring. Sebuah karya lukisan berjudul "Juru Selamat" menjadi satu-satunya karya yang menghiasi dinding suci tersebut selama YAA#2 berlangsung 15 Mei-15 Juni 2017.
Empat pameran secara resmi dibuka oleh sastrawan dan wartawan senior Bre Redana, Senin (15/5) malam setelah sebelumnya diberikan penghargaan dari YAA kepada Subroto SM atas dedikasinya selama ini. Secara khusus, Putu Sutawijaya memberikan kenang-kenangan karya lukisannya kepada Subroto SM.
KABAR TERBARU
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...