Merayakan Kelimpahan Hidup
Hidup adalah sebagaimana ia dipersepsikan.
SATUHARAPAN.COM – ”Saya lebih senang dikira jadi orang miskin daripada orang kaya. Sebab dari orang miskin tak bisa diminta dan didapat banyak, sementara kalau dianggap kaya maka orang akan datang untuk meminta,” kata Pak Dirjo. Ia sama sekali tidak miskin, namun selalu khawatir jika diketahui bahwa ia kaya, sehingga orang akan meminta dari dirinya sehingga suatu saat ia akan kekurangan.
Sementara itu, Pak Bandi, meski sama sekali tidak kaya, memilih dikira kaya ketimbang miskin karena itu berarti ia dianggap memiliki banyak akibat memberikan banyak. Bapak satu ini tak pernah takut kekurangan. Ia yakin sepenuhnya isi doanya—”berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”— adalah perintah Tuhan untuk mengimani bahwa hari esok Tuhan akan tetap memelihara dengan kelengkapan secukupnya untuk esok. Ia tidak perlu khawatir akan kekurangan. Karena itu, berbagilah!
Keduanya bertolak belakang. Pak Dirjo memiliki mental kekurangan (scarcity mentality), Pak Bandi mengimani mental kelimpahan (abundance mentality). Percaya atau tidak, sering mereka yang merasa melarat atau ingin dianggap miskin supaya harta (jasmani dan rohani) nya utuh, malah tidak pernah menjadi kaya jasmani maupun rohani. Sementara mereka yang terus memberi karena meyakini dirinya tak akan pernah kekurangan, semakin menjadi kaya. Kaya jejaring, kaya pengaruh, kaya kegiatan, dan kaya sukacita.
Mengapa? Pemercaya scarcity mentality sudah menanggung beban kemiskinan sebelum ia sungguh-sungguh miskin. ”Kalau aku gagal niscaya langit akan runtuh!” dan lihatlah, ”bum”, ia telah mengundang langit untuk runtuh karena ketakutan gagal itu telah menjadi ganjalan untuk sukses. Bila ia menghadapi ujian, ia telah gagal sebelum ujian berlangsung. Bila sedang mencari pekerjaan, ia telah merasa sebelum wawancara. Ia telah kalah sebelum permainan dimulai. Ia berfokus kepada kekurangannya, sehingga tak mampu melihat kelebihannya. Ia mengarahkan kamera pikiran dan hatinya kepada kekurangannya sehingga kameranya tak mampu menangkap apa yang sesungguhnya ia miliki.
Sementara Si Pemercaya abundance mentality melihat peluang tak terbatas di hadapannya: banyak kesempatan yang muncul karena pikiran dan hatinya telah meyakini kelimpahan itu memang nyata. Ketika menghadapi ujian, ia percaya yang telah dipelajarinya itulah yang akan muncul sebagai pertanyaan. Saat menghadapi wawancara untuk mencari pekerjaan ia yakin bahwa kompetensi dan spesifikasi yang dibutuhkan telah ia miliki. Ketika bermain, ia yakin bahwa peluang menang sangat besar. Ia adalah juga orang yang senang berbagi karena tak pernah takut kekurangan.
Ia adalah ibarat saluran yang kedua sisinya terbuka: berkat mengalir ke dalam terus, meskipun aliran juga keluar dengan derasnya. Scarcity mentality sebaliknya, ia adalah ibarat saluran yang hanya satu sisinya terbuka sehingga satu saat tak akan bisa diisi lagi. Berkat tak akan tertampung karenanya berkat berhenti mengalir.
Apa tanda mental berkelimpahan? Meyakini bahwa selalu ada kesempatan dan peluang baru. Menghargai apa yang dimiliki: kesehatan yang bisa digunakan untuk kerja dan melayani, meskipun sesekali ada gangguan; rumah meskipun belum tentu rumah sendiri, toh bisa juga menampung orang lain untuk berteduh; keluarga yang bisa dikasihi dan mengasihi, meskipun tentu ada gejolak; pekerjaan yang mengasapi dapur setiap hari, meskipun kadang amat sederhana. Bahkan mensyukuri hal paling sederhana dalam hidup seperti setiap hari bisa bangun dengan jantung masih berfungsi, kaki masih bisa membawa ke mana ingin pergi.
Kebahagiaan hidup bukanlah semata apa yang dialami melainkan lebih kepada bagaimana bereaksi terhadapnya. Bereaksi seolah hidup ini terbatas, maka jadilah demikian. Namun, bereaksi dengan keyakinan hidup ini berkelimpahan, maka akan jadilah juga demikian.
Dalam banyak hal, hidup adalah sebagaimana ia dipersepsikan.
Editor: Yoel M Indrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...