Merespons Momen ”Kejutan”
Ciri orang the responsible self adalah kesiapannya merespons berbagai momen ”kejutan” yang menghampirinya.
SATUHARAPAN.COM – Anda tahu, orang sering menggambarkan manusia dalam dua tipe, yaitu the maker dan the citizen.
Sebagai the maker, kita kreatif dan inovatif. Kita membuat rencana dan target, baik bagi diri kita maupun bagi institusi kita. Sering kali kita tidak menemukan hambatan. Segala sesuatu berjalan sesuai dengan skenario yang ditentukan. Lalu, kita pun meraup keberhasilan dan kesuksesan.
Sebagai the citizen, kita bertindak lebih pasif dan hati-hati. Kita taat pada berbagai hukum, aturan, dan nilai-nilai, baik dari budaya maupun dari agama. Kita percaya bahwa dengan menaati segala aturan, ketentuan dan nilai-nilai itu, kita akan menjadi orang yang sukses dan berhasil. Tentu saja, sebagian berhasil sesuai targetnya, tetapi sebagian lagi gagal total!
Ternyata, segalanya tidak berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Selalu ada momen ”kejutan” dalam hidup yang tidak bisa kita kontrol. Menghadapi situasi ini, orang tipe the maker dan the citizen sering tidak siap. Ketidaksiapan mereka terletak pada kekurangmampuan dalam mengantisipasi perubahan mendadak, radikal, dan tidak terelakkan.
Momen ”kejutan” berupa perubahan ini bisa terjadi pada diri kita. Bisa juga di luar kita. Misalnya, Revolusi Industri 4.0, pandemik COVID -19 atau krisis ekonomi dunia. Apa pun itu, momen ”kejutan”akan terus terjadi. Persoalan terbesar bukan pada ”kejutan” dan perubahan itu, tetapi pada bagaimana meresponsnya.
Memang, proses hidup bukan seperti berjalan di jalan bebas hambatan. Sering ada distraction. Ada gangguan, bahkan rintangan. Hal seperti ini dialami W. Mitchell. Dia manusia yang punya cita-cita besar, tetapi dua kali dia mengalami kecelakaan serius. Hampir merenggut nyawanya.
Pertama, kecelakaan motor. Saat itu dia kehilangan sepuluh jarinya. Kedua, lebih gila lagi. Kecelakaan pesawat terbang. Sebagian besar tubuhnya terbakar parah. Beruntung ia tetap hidup. Efeknya, penampilannya agak mengerikan. Plus, dia lumpuh.
Ini momen ”kejutan” yang uncontrollable, di luar planning! Ia seperti mengendarai mobil di jalan licin. Ia kehilangan kendali. Momen ”kejutan” ini bisa menghancurkannya. Sekarang ia punya pilihan: meresponsnya secara negatif atau positif!
Biasanya orang dengan disabilitas seperti ini mengalami depresi, rendah diri, stres, dan frustrasi berat. Namun, W Mitchell memilih merespons momen ”kejutan” itu secara positif dan bertanggung jawab. Ia tetap teguh dan percaya diri. Semangat berjuangnya tidak padam! Ia terus meniti karier. Dan hebatnya, ia berhasil!
Ia sempat menjadi wali kota, pebisnis sukses, aktivis lingkungan hidup, pengarang beberapa buku, dan motivator ulung. Saya mengetahui tentang W. Mitchell melalui tulisan Anthony Robbins dalam buku Unlimited Power.
Orang seperti W. Mitchell bisa kita golongkan sebagai manusia tipe ketiga, meminjam istilah Richard Niebuhr, the responsible self. Ciri orang-orang seperti ini adalah kesiapannya merespons berbagai momen ”kejutan” yang menghampirinya.
Mereka selalu positif, kreatif, dan penuh tanggung jawab. Mereka punya kemampuan menentukan persoalan apa yang sedang dihadapi. Mereka memiliki growth mindset, yaitu keinginan mempelajari apa pun (optimistis), keberanian keluar dari comfort zone, dan kemampuan berinovasi atau melakukan terobosan baru yang bertanggung jawab dan manusiawi di tengah berbagai momen ”kejutan” yang sering tidak terkontrol.
Secara personal atau sosial, kita menjadi diri kita kini bukan karena dibentuk oleh sesuatu yang sudah kita rencanakan. Kebanyakan kita justru dibentuk oleh berbagai momen ”kejutan” yang menuntut respons cepat, positif, dan kreatif. Kita tahu bahwa Jepang dan Jerman hancur total secara ekonomi, politik, psikologis, dan bahkan spiritualitas karena momen ”kejutan” yang mengubah total jalan hidup mereka sebagai bangsa.
Kekalahan perang adalah momen yang uncontrollable, di luar rencana.Akan tetapi, kedua bangsa ini memilih untuk meresponsnya secara positif, kreatif, dan melalui kerja keras, serta solidaritas yang tangguh.
Pembentukan Amerika Serikat pun dilakukan oleh para imigran Eropa yang dengan berani memasuki tanah yang baru dengan berbagai momen ”kejutan” yang di luar kendali. Ketiga negara itu menjadi negara yang besar yang berhasil dalam hampir segala bidang kehidupan.
Kini, masyarakat dunia, termasuk Indonesia, sedang memasuki momen ”kejutan” yang seolah berjalan di luar kendali kita. Para pemenang yang mampu bertahan dalam momen ”kejutan” ini adalah pribadi, institusi agama, atau bangsa, yang mampu meresponsnya dengan pemikiran dan kerja positif, kreatif, dan bertanggung jawab.
Saya harus akui bahwa bangsa Indonesia cukup beruntung karena dipimpin seorang presiden bertipe ketiga, yaitu, the responsible self. Jokowi mampu memahami dan merespons momen-momen ”kejutan” ini dengan kebijakan publik yang tepat dan bertanggung jawab. Tentu saja yang kita nantikan adalah bagaimana mengaplikasikan kebijakan publik itu dalam sistem yang akuntabel dan transparan, sehingga menjadi, mengutip Dr. Tamrin Amal Tomagola, the responsible societal system.
Saya berharap para anggota DPR, para pemimpin agama, serta para pemilik modal, mampu merespons momen ”kejutan” ini dengan cara yang sama. Hanya melalui sinergi dan solidaritas bersama, bangsa ini akan mengatasi momen-momen ”kejutan” ini dengan kemenangan.
Kiranya Tuhan memberkati bangsa kita! Amin!
Albertus Patty (Pendeta Jemaat GKI Maulana Yusuf)
Editor : Yoel M Indrasmoro
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...