Mesir: Wartawan Al Jazeera Dihukum 7 Tahun Penjara
KAIRO, SATUHARAPAN.COM - Tiga wartawan Al Jazeera yang telah ditahan di Mesir sejak Desember tahun lalu telah dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara. Demikian diberitakan media Mesir, Al Ahram dari gedung pengadilan di Kairo, Mesir, hari Senin (23/6).
Ketiga wartawan itu adalah Peter Greste berkebangsaan Australia, dan dua berkewargaan Mesir-Kanada Mohamed Fahmy, dan produser Baher Mohamed. Mereka telah diadili bersama 17 wartawan lain atas tuduhan "menyebarkan berita palsu," yang menggambarkan Mesir sebagai negara dalam keadaan "perang saudara."
Mereka juga dituduh membantu atau bergabung dengan Ikhwanul Muslimin yang dilarang oleh hukum di negara itu.
Selain hukuman tujuh tahun penjara, Baher Mohamed diancam hukuman tiga tahun penjara tambahan serta denda sebesar 5.000 livre Mesir, karena memiliki amunisi. Empat terdakwa lainnya dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara sementara dua orang telah dibebaskan.
Sembilan dari 20 terdakwa masih berada dalam tahanan, sedangkan 11 terdakwa yang sedang diadili secara in absentia, dan masing-masing dijatuhi hukuman 10 tahun penjara, kata sumber pengadilan.
Enam belas terdakwa adalah orang Mesir yang dituduh bergabung dengan Ikhwanul Muslimin yang ditetapkan oleh pemerintah Mesir sebagai "organisasi teroris".
Empat lainnya adalah warga negara lain yang didakwa membantu dan bekerja sama dengan para terdakwa lain dari Mesir dengan menyediakan bahan untuk media dan peralatan, menyebarkan berita palsu, serta penerbitan kebohongan yang merugikan kepentingan nasional.
Pihak berwenang Mesir marah dengan adanya penyebaran berita itu melalui jaringan satelit Al Jazeera yang berbasis di Qatar sejak penggulingan presiden Mohammed Morsi dari Ikhwanul Muslimin, Juli tahun lalu.
Jaringan televisi Al Jazeera dinilai telah memberikan kontribusi terhadap ketegangan hubungan antara pemerintah Kairo dan Doha yang mendukung Morsi dan Ikhwanul Muslimin.
Al Jazeera telah berulang kali menolak tuduhan terhadap jurnalis mereka dan menyerukan pembebasan mereka segera.
Jaringan televisi itu mengatakan bahwa tuntutan menggunakan bukti bermacam-macam barang yang tidak relevan sebagai bukti, "sebuah laporan berita yang dibuat saat tidak ada terdakwa berada di Mesir".
Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, mengatakan pada hari Senin bahwa pihaknya tidakterpengaruh oleh kasus Peter Greste dan berita tentang kudeta oleh pemerintah baru Mesir.
Pernyataan itu disampaikan ketika dia berbicara pada akhir pekan dengan presiden baru Mesir Abdel-Fattah El-Sisi. "Saya meyakinkannya - sebagai mantan wartawani - bahwa Peter Greste telah melaporkan tentang Ikhwanul Muslimin, tidak mendukung Ikhwanul Muslimin," kata Abbott yang dikutip media Australia, Seven Network, hari Senin (23/6).
Kasus, yang dimulai pada tanggal 20 Februari dan berlangsung lebih dari 12 sidang itu telah menimbulkan kekhawatiran tentang masa depan kebebasan media di Mesir dan mendorong membungkam perbedaan politik di Mesir. Pengawas hak asasi manusia di Mesir dan global, serta organisasi media internasional telah berulang kali menyerukan pembebasan wartawan yang ditahan di Mesir.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...