Meski Diprotes, Mendag Kebut Paket Kebijakan Ekonomi Jilid 1
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kementerian Perdagangan (Kemendag) hingga saat ini masih berupaya ‘ngebut’ menyelesaikan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid 1 meskipun banyak diprotes oleh beberapa kalangan. Penyelesaian paket kebijakan ini diperkirakan akan rampung pada akhir tahun 2015 mendatang.
"Memang harus merampungkan tahun ini, karena importir harus mengatur untuk impor 2016 mulai dari sekarang. Mereka perlu kejelasan terkait hal tersebut," kata Menteri Perdagangan, Thomas Lembong, saat berdiskusi dengan wartawan, di Jakarta, Rabu (11/11).
Dia juga mengakui ada beberapa aspek yang harus dibenahi seperti Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 87 tahun 2015.
"Harus saya akui, ada beberapa aspek di Permendag 87/2015 yang salah bahasa, itu akan segera kita benahi," kata Thomas.
Terkait dengan Permendag 87/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu, dia menjelaskan bahwa tidak semua impor itu merupakan hal yang buruk. Akan tetapi, jika importasi dilakukan karena malas untuk membangun industri dalam negeri, maka hal tersebut tidak tepat.
"Ada impor yang mendukung industri kita, banyak produk yang sebanyak 95 persen menggunakan komponen lokal, sementara sisanya harus impor. Jika itu dihambat, maka akan membuat mandek industri dalam negeri," kata Tom.
Tom menjelaskan, hampir secara keseluruhan produk manufaktur merupakan produk yang masuk dalam rantai pasok regional yang berarti campuran antara bahan baku dan komponen lokal, serta bahan baku dan komponen impor. Industri seperti itu, jika dihambat importasinya maka akan merugikan industri dalam negeri.
"Jika sulit mendatangkan mesin, bahan baku atau komponen ke Indonesia, maka investor akan enggan untuk berinvestasi di Indonesia," kata Tom.
Pekan lalu, Direktur Utama PT Mustika Ratu Putri Wardani mengkritik keras Permendag No.87/M-DAG/PER/10/2015 yang mengatur tentang ketentuan produk tertentu. Dalam perubahan aturan tersebut Kemendag tidak memberlakukan ketentuan sistem verifikasi khusus untuk kosmetik.
Dia menilai, upaya yang dilakukan pemerintah ini lebih mendukung importir dibandingkan dengan produsen kosmetik dalam negeri. Putri khawatir, barang-barang kosmetik ilegal akan makin marak beredar di Indonesia dan mengancam keberlangsungan produsen kosmetik dalam negeri.
“Apabila kami ini di bawah pemerintah tidak didukung maka niscaya sektor ini akan hangus atau hilang. Apa insentif kami untuk tetap berproduksi di Indonesia kalau semua aturannya menguntungkan importir?” kata Putri di Kantor Kementerian Perdagangan Jalan Ridwan Rais Jakarta Pusat, hari Kamis (5/11).
Sejauh ini, dari 32 aturan yang merupakan mandat bagi Kementerian Perdagangan untuk dilakukan deregulasi dan debirokratisasi, sebanyak 19 aturan telah diselesaikan. Dari 19 aturan itu, sebanyak lima regulasi masuk pada Paket Deregulasi, sementara sisanya pada Paket Debirokratisasi.
Beberapa aturan yang sudah dideregulasi adalah, aturan terkait impor ban, Angka Pengenal Importir yang disederhanakan, Perdagangan Gula Antar Pulau, Impor Cakram Optik dan Perizinan Toko Modern. Sementara untuk yang masuk dalam Paket Debirokratisasi adalah, terkait SNI Wajib, Impor Hortikultura, Impor Produk Tertentu, Impor Tekstil Motif Batik, Ekspor Kayu, Impor TPT, dan Impor Produk Kehutanan.
Untuk beberapa ketentuan yang masih dalam proses penyelesaian adalah, perdagangan minuman beralkohol, impor barang modal bukan baru, ekspor impor beras, impor gula, impor besi baja, dan ekspor barang tambang hasil pemurnian. (Ant)
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...