Migran Muda: Eksploitasi dan Sumber Devisa
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Dalam memperingati hari pemuda internasional Senin (12/8) pejabat PBB menyoroti nasib serta kontribusi para migran muda yang sering menghadapi kondisi yang sulit. Sekretaris Jenderal Ban Ki-moon mengatakan perlunya kontribusi yang positif para migran muda bagi negara asalnya.
Kebanyakan dari mereka bekerja keras mencari nafkah untuk memperbaiki kehidupan mereka. Tujuan memperingati hari pemuda internasional tahun 2013 ini adalah untuk meningkatkan kesadaran tentang peluang dan risiko yang terkait dengan para migran muda. Hal itu juga untuk berbagi pengetahuan dan informasi terbaru yang berasal dari penelitian dan analisis tentang masalah migran serta melibatkan orang-orang muda dalam diskusi mengenai pengalaman migrasi mereka.
Direktur Jenderal Organisasi Perburuhan Internasional/International Labour Organization (ILO), Guy Ryder, mengatakan bahwa kegiatan migran tersebut sangat postif karena dapat memajukan perekonomian dan pembangunan sosial dan mereka akan memberikan kontribusi yang positif bagi negara asalnya. Namun banyak kasus yang terjadi pada migran muda yakni eksploitasi pekerjaan.
Data tahunan menunjukkan ada sekitar 214 juta migran internasional dan 10 persenya adalah orang-orang muda. Para migran sering mendapat tuduhan dari masyarakat dan politisi, karena dianggap mengambil pekerjaan masyarakat setempat serta mereka sering mengalami tindakan diskriminasi.
Xenophobia Diskriminasi
Kemiskinan, keadaan penuh sesak dan kondisi hidup yang tidak sehat serta tantangan menemukan pekerjaan yang layak adalah gambaran dari pengalaman para migran. Menurut Sekjen Perserikatan bangsa-bangsa (PBB), Ban Ki-moon, tantangan saat ini semakin diperburuk karena adanya krisis ekonomi dan keuangan dunia.
Dalam transit dan tujuan akhir mereka, banyak migran muda harus menghadapi masalah rasisme, xenofobia (ketidaksukaan atau ketakutan terhadap orang-orang dari negara lain/dianggap orang asing), diskriminasi dan adanya pelanggaran hak asasi manusia. Ban mengatakan banyak kasus para migran perempuan yang harus menghadapi risiko eksploitasi dan penganiayaan seksual.
Deputi Direktur Divisi program dana anak PBB/ United Nations Children’s Emergency Fund (UNICEF), Christian Salazar, mengatakan bahwa migran muda memiliki potensi besar untuk bisa berkontribusi pada negara mereka serta memberikan dampak positif bagi kalangan muda lainnya dan negara tujuannya.
Menurut Salazar, kurangnya perlindungan, penghormatan dan pemenuhan hak asasi manusia bagi para migran sehingga hal tersebut menimbulkan kerentanan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia dan hal itu dapat menurunkan semangat dan ketrampilan para migran.
Kondisi Migran Indonesia
Menurut peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Tri Nuke Puji Astuti, pekerja migran Indonesia kerap kali menjadi korban yang dilakukan secara sistematik. Kesimpulan itu dari penelitiannya tentang faktor pendorong seseorang warga Indonesia mau menjadi pekerja migran. Ada viktimisasi sistemik, yaitu oran berangkat menjadi pekerja migran karena terpaksa.
Nuke mengatakan, salah satu faktor adalah minimnya regulasi yang berpihak kepada warga yang memiliki keterampilan rendah dan memungkinkan terjadinya pergeseran budaya. Juga ketelibatan oknum pemerintah yang akhirnya memaksa orang untuk menjadi pekerja migran.
tentang pergeseran budaya, ia mengisahkan bahwa di Karawang, Jawa Barat, yang mendorong warga bekerja di luar negeri adalah melihat tetangganya sukses setelah menjadi pekerja migran.
Ironisnya lagi, ada keterlibatan oknum aparat pemerintah yang mendorong seseorang untuk menjadi pekerja migran. Dengan minimnya informasi tentang tata cara bermigrasi dan kerja di luar negeri, seringkali mereka terjebak pada kondisi yang merugikan.
UU No 6 Tahun 2012 disebutkan tidak seorangpun pekerja migran atau keluarganya boleh dijadikan sasaran penyiksaan atau perlakuan dan penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkankan martabat. Namun pada kenyataannya masih banyak kasus penyiksaan yang terjadi pada migran Indonesia di luar negeri.
Di Malaysia, buruh migran Indonesia diperlakukan sebagai persona non grata artinya orang-orang yang tidak diinginkan hadir di suatu tempat atau negara. Apabila ia sudah berada di negara tersebut maka mereka harus diusir atau dideportasi. Politik anti migran ini, oleh pemerintah Malaysia merepresi buruh migran Indonesia yang tidak berdokumen di Malaysia
Data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) hingga tahun 2013 ada 6,5 juta orang Indonersia bekerja di 142 negara, dan masalah TKI di luar negeri setiap tahun meningkat. Data resmi yang dikeluarkan KBRI di Arab Saudi dan Kuwait menyebutkan sekitar 3.267 kasus buruh migran Indonesia yang meminta perlindungan dari tindak kekerasan dan perkosaan dari majikannya. Selain itu ada puluhan mayat buruh migran yang terlantar di Arab Saudi, belum dikuburkan dan tidak bisa segera dikirimkan ke keluarganya. (un.org/ilo.org/bnp2tki/kbrisaudiarabia/lipi)
Editor : Sabar Subekti
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...