Migrant Care: Korban "Trafficking" Tidak Boleh Dipidana
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan lebih salah membebaskan orang bersalah daripada salah menghukum orang yang tidak bersalah, apalagi sampai menjatuhkan hukuman mati.
"Kasus Mary Jane harus menjadi pelajaran berharga bagi hukum dan peradilan Indonesia. Vonis mati adalah hukuman tertinggi, sehingga aparat penegak hukum, termasuk presiden, harus hati-hati," kata Anis Hidayah dihubungi di Jakarta, Rabu (6/5).
Anis mengatakan, lembaga peradilan dan pemerintah harus lebih teliti dalam membaca proses hukum dan pengajuan grasi. Bukan tidak mungkin dalam pengambilan keputusan ada kesalahan.
"Jangan sampai sudah dihukum mati, ternyata kemudian terbukti tidak bersalah. Kalau sampai salah menghukum mati, siapa yang bisa mengembalikan nyawa?" kata Anis.
Menurut Anis, lembaga peradilan harus memiliki perspektif, suatu kasus sering kali tidak berdiri sendiri, karena memiliki keterkaitan atau berhubungan dengan kasus lainnya.
Bila memang Mary Jane adalah korban trafficking, maka hal itu bisa menjadi temuan baru atau novum untuk pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) terkait vonis hukuman mati yang dijatuhkan.
"Kasus trafficking ada tiga unsur, yaitu perpindahan orang, cara, dan eksploitasi. Saya melihat dalam kasus Mary Jane, semua itu ada. Tinggal pembuktian di Filipina," katanya.
Kasus perdagangan manusia atau trafficking misalnya, sering kali terkoneksi dengan kasus narkoba karena yang bersangkutan, seperti Mary Jane Fiesta Veloso, dijebak untuk menjadi kurir narkoba tanpa disadari.
Namun, bila terbukti merupakan korban perdagangan orang atau trafficking, Mary Jane Fiesta Veloso tidak boleh dipidanakan.
"Konvensi Internasional untuk Tindak Pidana Perdagangan Orang atau Palermo Protocol jelas menyatakan saksi korban tidak boleh dipidana, karena harus memberikan keterangan," kata Anis Hidayah.
Karena itu, Anis mengatakan peradilan di Indonesia harus menghormati dan menunggu proses peradilan yang sedang berjalan di Filipina.
Menurut Anis, kejadian yang menimpa Mary Jane itu jamak terjadi. Dalam beberapa kasus yang ditangani Migrant Care, cukup banyak warga Negara Indonesia (WNI) yang terancam dipidana karena dijebak sebagai kurir narkoba.
"Banyak WNI yang terjebak menjadi kurir narkoba di Filipina, Tiongkok, dan Malaysia," katanya.
Mary Jane merupakan satu di antara sembilan terpidana mati yang seharusnya dieksekusi pada gelombang kedua, Rabu (29/4) dini hari, setelah upaya hukum grasi maupun permohonan PK ditolak.
Namun, Kejaksaan Agung menunda eksekusi mati terhadap Mary Jane karena Pemerintah Filipina membutuhkan kesaksian Mary Jane, setelah tersangka perekrut Mary Jane, Maria Kristina Sergio, menyerahkan diri kepada kepolisian Filipina, Selasa (28/4). (Ant)
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...