Milisi Seleka Ancam Keselamatan Warga Sipil Afrika Tengah
BANGUI, SATUHARAPAN - Ribuan warga sipil dilaporkan meninggalkan rumah mereka dan menduduki Bandara Internasional M’Poko, Bangui, Afrika Tengah (Afteng) selama 18 jam untuk menghindari serangan para pemberontak Seleka.
Warga lingkungan Boeing yang berdekatan dengan Bandara, meninggalkan rumah mereka pada Selasa malam (27/8) setelah pejuang Seleka mulai penembakan di lingkungan sekitar rumah mereka.
Pasukan penjaga perdamaian hadir di bandara intervensi pada Rabu, menembakkan meriam air dan gas air mata untuk membubarkan kerumunan massa setelah beberapa pengunjuk rasa mulai melemparkan batu ke arah mereka.
Seorang pejabat pemerintah mengatakan, menjelang sore, landasan pacu telah dibersihkan.
"Tidak ada korban jiwa, hanya ada beberapa orang yang sedikit terluka namun situasi sudah dapat dikendalikan," kata menteri keamanan dan ketertiban umum Afteng Josue Binoua.
Binoua menambahkan, penerbangan ke ibukota diperkirakan akan dilanjutkan pada hari Kamis (29/8).
Seorang perwira penjaga perdamaian regional senior Afteng yang berbasis di bandara mengatakan, ribuan warga sipil yang melarikan diri semalam menolak untuk meninggalkan landasan.
"Mereka datang ke sini karena mereka takut. Para penjaga perdamaian dipaksa untuk campur tangan menghentikan pejuang Seleka masuk ke bandara,” kata perwira senior tersebut.
Warga di lingkungan Boeing mengatakan, evakuasi mereka merupakan protes terhadap negara yang selama ini seolah-olah tanpa hukum.
Militer Afteng dengan bantuan tentara dari Uni Afrika mencoba untuk mengambil alih bandara dari tangan Seleka.
Seleka dilarang Bangui
Presiden Djotodia sendiri – setelah sebelumnya mengadakan pertemuan darurat dengan para menteri – telah melarang Seleka memasuki wilayah Bangui.
Seleka sendiri adalah koalisi dari lima kelompok pemberontak yang digunakan Presiden Djotodia mengkudeta mantan Presiden Bozize. Kelompok ini telah berulang kali merazia pedesaan dan beberapa wilayah di Bangui dengan dalih mencari tempat penyimpanan senjata dan loyalis Bozize bersenjata.
Kelompok hak asasi manusia setempat menyatakan, mereka (Seleka) bertanggung jawab atas penjarahan meluas, penyiksaan dan eksekusi.
Seleka - yang berarti “aliansi" dalam bahasa lokal Sango - memiliki sekitar 25.000 gerilyawan, tetapi sebagian besar mereka hanya mematuhi atasan langsung mereka.
Presiden Prancis Francois Hollande menyerukan kepada Dewan Keamanan PBB dan Uni Afrika Selasa untuk menstabilkan situasi di Afteng, Selasa (27/8). Hollande juga memperingatkan resiko runtuhnya negara tersebut.
Sebelumnya para pejabat senior PBB juga telah memperingatkan ancaman krisis politik Afteng beresiko menyebar ke negara-negara sekitarnya.
Mereka juga menyerukan Dewan Keamanan untuk mendanai dan mendukung sepenuhnya pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika di Afteng. (Aljazeera.com)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Presiden Setuju Pemberian Amnesti Narapidana demi Kemanusiaa...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas bersama sejumlah menteri ...