Militan ISIS Ingin Pulang ke Australia Tapi Takut Dipenjara
AUSTRALIA, SATUHARAPAN.COM - Seorang pria asal Victoria Australia yang bergabung dengan kelompok teroris Negara Islam atau ISIS di Suriah ternyata sedang melakukan negosiasi dengan Kepolisian Federal Australia (AFP) agar diperbolehkan pulang. Kabarnya ia takut dipenjara jika kembali ke Australia.
Awal pekan ini Perdana Menteri Tony Abbott menegaskan, setiap warga negara Australia yang bergabung dengan kelompok ektrimis akan ditangkap dan dipenjarakan jika kembali ke Australia.
"Tidak ada tempat di negara kita bagi mereka yang mengalami radikalisasi dan brutalisasi dengan cara bergabung ke dalam kelompok teroris," kata PM Abbott, seperti dilansir radioaustralia.net.au, Selasa (19/5).
Pengacara Rob Stary yang mewakili warga Victoria tersebut mengakui telah melakukan negosiasi dengan AFP mengenai rencana kepulangan kliennya. Stray mengungkapkan kliennya merupakan pekerja medis di salah satu lokasi yang dikuasai kelompok ISIS di Suriah.
Ia mengatakan, passpor kliennya itu telah dibatalkan oleh pemeritah Australia. "Saya tidak berharap klien saya itu akan kembali dalam situasi sekarang," kata Stray kepada ABC NEWS.
"Kami tidak mengatakan bahwa klien saya tidak perlu dituntut jika dia melakukan kejahatan," tambahnya.
Stary mengatakan, meskipun kliennya itu merupakan pekerja media dalam konflik tersebut, namun ia memperkirakan kliennya akan tetap dikenakan tuntutan jika kembali ke Australia.
Meskipun Stary tidak mengungkap identitas kliennya, namun dipercaya bahwa klien itu sama dengan orang yang tampil dalam interview dengan stasiun TV CBS bulan Februari lalu.
Pria yang beralih memeluk agam Islam itu menyebut dirinya Abu Ibrahim, dan mengaku telah meninggalkan ISIS setelah mengalami disilusi atau kekecewaan.
Selama enam bulan tinggal bersama ISIS, Abu Ibrahim mengaku melihat pelaksanaan hukuman mati yang biasanya dilakukan di depan umum.
Kepada CBS ia mengaku sekali bergabung, maka akan sangat sulit untuk meninggalkan ISIS. "Alasan utama saya meninggalkan ISIS adalah karena saya merasa tidak melakukan apa yang tadinya akan saya lakukan yaitu membantu rakyat Suriah dalam kemanusiaan," katanya.
Selanjutnya Stary mengatakan Jerman dan Norwegia kini mendorong orang-orang yang kembali dari konflik di luar negeri karena mereka bisa direkrut untuk mencegah orang lain turut bergabung. "Mereka bisa dilibatkan dalam program deradikalisasi," kata Stray.
Namun PM Abbott menyatakan, "sekali anda menjadi teroris di luar negeri, maka akan merupakan ancaman serius jika anda kembali ke negara asal."
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...