Militan Mulai Incar Menyerang Kota Kuno Palmyra
PALMYRA, SATUHARAPAN.COM – Teroris militan Islamic State (ISIS) mulai mengarahkan serangan ke Palmyra, kota bersejarah peninggalan tahun 2.000 SM, menimbulkan kekhawatiran berbagai kalangan kota itu akan hancur seperti beberapa situs bersejarah di Irak, seperti Nimrud, kota di Asyur.
Kelompok teroris itu mulai maju ke gerbang kota Suriah kuno, Palmyra, pada Kamis (14/5).
Para ekstremis menyerbu sebuah gudang senjata besar dan beberapa desa di sekitarnya saat mereka bergerak menuju Palmyra di pusat Suriah, di mana mereka terkunci dalam pertempuran dengan pasukan pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Menurut observatorium Suriah untuk hak asasi manusia yang berbasis di Inggris, para teroris mengeksekusi 26 warga sipil, dengan memenggal kepala sepuluh orang di antaranya karena bekerja sama dengan rezim, begitu mereka menduduki kota-kota terpencil.
Sebuah Bencana Internasional
Kepala lembaga purbakala Suriah mengeluarkan seruan mendesak aksi internasional untuk melindungi Situs Warisan Dunia UNESCO, dengan menyebutkan keberadaan para ekstremis lebih kurang dua kilometer dari reruntuhan kuno itu.
"IS belum memasuki kota," kata Mamoun Abdulkarim kepada kantor berita Prancis AFP, "Dan kami berharap barbar itu tidak akan masuk. Tapi kalau IS memasuki Palmyra, itu akan hancur dan akan menjadi bencana internasional."
Reruntuhan Palmyra yang dikenal pada 2.000 tahun SM, merupakan peninggalan berupa tiang-tiang Romawi dan kuil untuk Dewa Baal. Peninggalan kuno itu menarik ribuan wisatawan dari seluruh penjuru dunia.
Televisi Pemerintah Suriah melaporkan pasukan pemerintah sudah berusaha menghalau upaya penyusupan militan IS.
Arab Bersatu Jaga Situs Bersejarah
Sepuluh negara Arab, Kamis (14/5), mengatakan bahwa mereka akan berkooordinasi untuk menghentikan penyelundupan artefak dan melestarikan situs-situs warisan di wilayah tersebut, ketika para militan di Suriah mulai mendekati gerbang kota kuno bersejarah Palmyra.
Para utusan dari negara-negara tersebut menyelesaikan pertemuan dua hari mereka di Kairo dengan mengecam penghancuran situs-situs bersejarah di Irak oleh ISIS.
Mereka merilis pernyataan yang memperingatkan bahwa situs-situs bersejarah di kawasan tersebut menghadapi ancaman dari “jaringan kejahatan terorganisasi dan kelompok-kelompok teroris.”
Para pejabat memutuskan untuk membentuk sebuah komite guna memerangi penjarahan dan “melakukan koordinasi di tingkat regional dan internasional untuk melindungi artefak, mencegah penyelundupan dan mengambil apa yang sudah dicuri.”
Negara-negara tersebut meliputi Mesir, Oman, Lebanon, Kuwait, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Libya, Sudan, Irak dan Yordania.
Sedangkan Irina Bokova, kepala badan kebudayaan UNESCO PBB memperingatkan pada awal konferensi tersebut bahwa “penjarahan di situs-situs arkeologi telah mencapai skala yang belum pernah terjadi sebelumnya.”
“Pembersihan budaya ini dimanfaatkan sebagai taktik untuk menakut-nakuti orang... ini adalah kejahatan perang,” kata Bokova, “Palmyra harus diselamatkan. Itu (Palmyra) mewakili harta yang tidak tergantikan bagi rakyat Suriah, dan dunia,”
“Saya mengimbau semua pihak dalam konflik tersebut untuk melindungi Palmyra dan mencegah kehancurannya.”
UNESCO menggambarkan Palmyra sebagai situs warisan dari “nilai universal yang luar biasa.” (AP/AFP/dw.de)
Editor : Sotyati
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...