Militer Mesir Membubarkan Pengunjuk Rasa 94 Tewas
KAIRO, SATUHARAPAN.COM - Pasukan keamanan Mesir membersihkan dua kamp pengunjuk rasa, pendukung mantan presiden Morsi di ibukota Kairo, pada hari Rabu ini (14/8). Pengunjuk rasa menuntut supaya Morsi dikembalikan menjadi presiden dan partai Keadilan dan Kebebasan yang merupakan partai terbesar untuk dibubarkan. Dalam aksi Militer itu, dilaporkan 94 orang tewas dari kelompok pengunjuk rasa.
Aljazeera melaporkan, pasukan keamanan telah melakukan tindakan keras terhadap ribuan demonstran. Sehingga terjadi bentrokan antara demonstran dengan pasukan keamanan. Diberitakan, terdengar suara tembakan senjata otomatis di sekitar alun-alun. Namun belum jelas siapa yang menembak.
Ada beberapa laporan mengenai jumlah korban yang tewas dalam bentrokan itu. Aljazeera berdasarkan perhitungan reporternya mengatakan ada 94 korban, sementara pihak pemerintah mengatakan 13 orang tewas, termasuk enam anggota pasukan keamanan dan 98 orang luka-luka, setidaknya 66 yang terluka dari pasukan keamanan.
Beberapa pendukung Morsi dari Ikhwanul Muslimin mengatakan korban tewas adalah sekitar 2.200 orang dan sekitar 10.000 mengalami cedera.
Seperti dilansir bbc, Kementerian Dalam Negeri (KDN) Mesir, mengeluarkan pernyataan bahwa pasukan keamanan mereka sedang mengambil langkah yang terbaik terhadap para pengunjuk rasa di Rabaa al-Adawiya masjid di timur Kairo dan di Nahda Square di barat.
Dalam pernyataan itu juga, KDN Mesir mengatakan bahwa mereka menjamin keamanan bagi pengunjuk rasa yang ingin meninggalkan kamp mereka dan tidak akan dikejar aparat keamanan "kecuali mereka yang akan dicari oleh pengadilan".
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Mesir, Nabil Fahmy mengatakan bahwa aksi menduduki ibukota oleh pengunjuk rasa tidak bisa dilanjutkan "tanpa batas". Ia mengatakan bahwa pemerintah telah berusaha untuk mencari kesepakatan melalui dialog.
"Pihak keamanan telah mengambil langkah sesuai prosedur mereka, mereka akan melakukannya sesuai dengan hukum dan perintah pengadilan, serta dilakukan sesuai dengan norma-norma dasar," kata Nabil Fahmy kepada BBC.
Mohammad Morsi menjadi pemimpin pertama yang dipilih secara demokratis di Mesir pada bulan Juni 2012, tetapi gagal untuk mengatasi kelesuan ekonomi yang semakin dalam dan banyak warga Mesir melihat Morsi akan lebih menerapkan hukum Islam dalam pemerintahannya. (aljazeera.com/bbc.co.uk)
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...