Militer Niger Perintahkan Polisi Usir Dubes Prancis
NIAMEY, SATUHARAPAN.COM-Junta militer yang berkuasa di Niger telah memerintahkan polisi untuk mengusir duta besar Prancis, sebuah tindakan yang menandai semakin memburuknya hubungan kedua negara, dan tindakan yang menurut pihak berwenang di Paris tidak dapat dilakukan oleh para perwira militer yang merebut kekuasaan di Niamey bulan lalu.
Para pemimpin kudeta mengikuti strategi junta di negara tetangga Mali dan Burkina Faso dalam menjauhkan diri dari bekas kekuasaan kolonial di wilayah tersebut di tengah gelombang sentimen anti Prancis.
Visa duta besar Prancis untuk Niamey, Sylvain Itte, dan keluarganya telah dibatalkan dan polisi diperintahkan untuk mengusir utusan tersebut, kata junta dalam sebuah pernyataan tertanggal 29 Agustus dan dikonfirmasi keasliannya pada hari Kamis (31/8) oleh kepala komunikasinya.
Para penghasut kudeta, yang dikutuk oleh otoritas regional Afrika dan negara-negara Barat, hari Jumat lalu memerintahkan Itte untuk meninggalkan negara itu dalam waktu 48 jam sebagai tanggapan atas apa yang mereka sebut tindakan Perancis “bertentangan dengan kepentingan Niger.”
Dikatakan bahwa hal ini termasuk penolakan utusan tersebut untuk menanggapi undangan bertemu dengan menteri luar negeri Niger yang baru.
Prancis telah menyerukan agar presiden terguling Mohamed Bazoum kembali menjabat dan menyatakan akan mendukung upaya blok regional Afrika Barat, ECOWAS, untuk membatalkan kudeta tersebut.
Prancis telah menjadikan Niger sebagai landasan operasi pemberantasan pemberontakan melawan pemberontakan ekstremis di wilayah Sahel yang telah menewaskan ribuan orang selama sepuluh tahun terakhir, dengan sekitar 1.500 tentara di negara tersebut yang mendukung militer lokal.
Mereka mendefinisikan ulang strateginya setelah ribuan orang menarik diri dari negara tetangga Mali dan Burkina Faso menyusul kudeta di sana.
Paris belum secara resmi mengakui keputusan junta untuk mencabut perjanjian bilateral militer, dan mengatakan bahwa perjanjian tersebut telah ditandatangani dengan “otoritas sah” Niger.
Demikian pula, Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan pada hari Kamis bahwa pemimpin kudeta tidak memiliki wewenang untuk meminta duta besarnya pergi, dan menambahkan bahwa pihaknya “terus-menerus menilai keamanan dan kondisi operasional kedutaan kami.”
Presiden Emmanuel Macron mengatakan pada hari Senin bahwa duta besarnya akan tinggal di negaranya dan menegaskan kembali dukungan Prancis untuk Bazoum. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...