Miryam Haryani Ajukan Praperadilan Terhadap KPK
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Mantan anggota Komisi II DPR dari fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani mengajukan praperadilan terhadap KPK yang menetapkan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan memberi keterangan yang tidak benar di persidangan.
"Hari ini saya datang untuk memberitahukan KPK melalui surat bahwa kita mendaftarkan gugatan praperadilan terhadap kasus klien saya, Miryam S Haryani atas penetapannya selaku tersangka. Sudah didaftarkan sejak Jumat (21/4) lalu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata pengacara Miryam, Aga Khan di gedung KPK Jakarta, Selasa (25/4).
Miryam disangkakan pasal 22 jo pasal 35 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.
Dalam persidangan kasus dugaan korupsi KTP-Elektronik (e-KTP) untuk dua terdakwa mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto pada Kamis (23/3) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Miryam S Haryani mengaku mencabut seluruh Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat penyidikannya karena diancam penyidik KPK.
"BAP isinya tidak benar semua karena saya diancam sama penyidik tiga orang, diancam pakai kata-kata. Jadi waktu itu dipanggil tiga orang penyidik," kata Miryam, sambil menangis.
Menurut Aga, materi gugatan praperadilan mengenai penetapan kewenangan tersangka bukanlah wilayah KPK, karena menurut Aga hal itu masuk dalam tindak pidana umum.
"Itu kan hak setiap warga negara untuk melakukan upaya hukum. Jadi kami mohon juga kepada KPK pada saat kami melakukan upaya praperadilan, kami mohon kita uji dulu bahwa praperadilan ini diterima atau tidak. Untuk sementara sih. Kan banyak kasus lain kan, Miryam sama saja dengan yang lain. Masa (kasus) yang lain bisa dihentikan, kami tidak bisa?" ucap Aga.
Miryam juga sudah dua kali tidak memenuhi panggilan KPK yaitu pada 13 dan 18 April dengan mengirimkan surat izin dokter.
"Setelah kita pertimbangkan, kita ajukan praperadilan, jadi kami fokus di praperadilan dulu. Seyogyanya kami mohon kepada KPK untuk hak kita, tolong dong hargai juga. Kami juga punya hak apabila tidak sepakat dengan penetapan tersangka dapat mengajukannya praperadilan," tambah Aga.
Aga mengaku bahwa kliennya saat ini kemungkinan berada di kota Bandung.
"Hari ini memang ada penggeledahan dilakukan di rumah beliau. Tapi kebetulan saya tidak hadir. Saya diberitahu penyidik. Saya dapat informasi dari orang yang menjaga rumah klien saya," ungkap Aga.
Penggeledahan itu dilakukan di rumah Miryam di daerah Jagakarsa, Jakarta Selatan mulai pukul 11.00 WIB, namun saat ini sudah selesai.
"Katanya menggeledah semua ruangan. Surat perintahnya pun mengenai kesaksian palsu di persidangan, bukan terkait KTP-E, jadi penyidik melakukan penggeledahan dengan surat tugasnya merupakan surat tugas memberi kesaksian palsu di persidangan dan ingat, klien saya di KTP-E statusnya saksi," jelas Aga. (Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Jaga Imun Tubuh Atasi Tuberkulosis
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dokter Spesialis Paru RSPI Bintaro, Dr dr Raden Rara Diah Handayani, Sp.P...