Miskin Fasilitas dan Teror, Tantangan Atlet Suriah ke Rio
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM – Garis depan perang saudara Suriah berada hanya beberapa kilometer, tetapi di Stadion Tishrin di Damaskus, dan Majd Ghazal (atlet lompat tinggi) menjadikannya tempat latihan keras untuk berlaga di Olimpiade Brasil, Agustus mendatang.
Ghazal tengah berlatih untuk hadir di momen langka dan membawa nama negaranya yang telah hancur oleh perang lebih lima tahun. "Aku akan melakukan apa saja dengan pelatih saya untuk mencapai kinerja yang kuat, dan saya berharap untuk berdiri di podium dan membuat rakyat Suriah bahagia," kata Ghazal kepada AFP.
Hanya enam olahragawan Suriah yang dijamin bisa ke Olimpiade Brasil yang akan berlangsung di Rio de Janeiro mulai 5 Agustus. Ada dua atlet, dua perenang, satu angkat besi dan satu pemain tenis meja yang akan berangkat.
Dua petinju Suriah, Ahmad Ghassoun (kelas welter) dan saudaranya Ala Ghassoun ( kelas berat ringan) yang tenga mengikuti turnamen di Azerbaijan. Jika performanya baik dan memenuhi kualifikasi mungkin akan ke Rio.
Dunia olahraga Suriah terpecah oleh perang sipil. Olahragawan ada yang berpihak pada pemerintah, dan lainnya bergabung dengan pemberontak dan beberapa dengan kelompok jihadis. Awal tahun lalu, kiper sepak bola nasional, Abdel Basset Sarout, dikabarkan bergabung dengan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS atau ISIS) yang menyatakan diri sebagai khalifah di bagian Suriah dan Irak.
Para atlet itu untuk menuju Rio dengan mengatasi berbagai ancaman kekerasan setiap hari, fasilitas pelatihan yang terbatas, dan pembatasan perjalanan yang bisa membatalkan mereka dalam kompetisi internasional lainnya.
Di antara mereka berlatih di Stadion Tishrin di Damaskus, tempat yang beberapa kali dipukul oleh tembakan mortir, dan melukai beberapa atlet.
Suriah Dikucilkan
Rezim Suriah telah dikucilkan oleh masyarakat internasional sejak penindasan berdarah terhadap massa yang anti-pemerintah protes pada tahun 2011. Banyak negara, terutama Arab dan Eropa, telah memberlakukan sanksi, termasuk larangan perjalanan.
Pelatih Ghazal, Imad Sarraj, atlet lompat tingginya mampu bersaing dengan yang terbaik di dunia. Jika dia diperbolehkan bersaing di kompetisi Eropa dan membantunya mencapai tingkat yang dia butuhkan untuk berhasil di Olimpiade.
Pemain berusia 28 tahun itu juga berhasil ambil bagian pada turnamen di Beijing pada bulan Mei, di mana dia mampu melompat setinggi 2,36 meter, hanya sembilan centimeter di bawah rekor dunia.
"Fasilitas pelatihan di Suriah tidak cukup," kata Ghazal. Dia ditolak masuk Maroko dan beberapa negara Eropa untuk mengambil bagian dalam kompetisi internasional.
Pada 2012, pemerintah Inggris menolak untuk memberikan visa untuk Ketua Komite Olimpiade Suriah, Mowaffak Joumaa, untuk menghadiri Olimpiade di London. Joumaa mengatakan, atlet Suriah telah kehilangan beberapa kompetisi internasional, karena alasan yang sama.
"Krisis di Suriah berdampak besar pada persiapan dan pelatihan atlet, karena kurangnya keamanan," katanya.
Aku Tidak Takut Mati
Para atlet yang akan menuju ke Rio bergabung dalam daftar pendek dari Suriah yang pernah ambil bagian dalam Olimpiade.
Ghada Shouaa adalah pemenang medali emas heptathlete (tujuh cabang) pada Games di Atlanta 1996, dan satu-satunya dari Suriah.
Pegulat Suriah, Joseph Attiya, meraih medali perak di Olimpiade Los Angeles tahun 1984, sementara medali terakhir (perunggu) Suriah diperoleh dari cabang tinju melalui Nasr al-Shami di Athena tahun 2004.
Mohammad Abbas, editor koran olahraga Itihad, mengatakan bahwa tantangan atlet Suriah di Rio adalah mereka harus tabah dalam menghadapi para teroris. Dan Ghafran Mohammad, yang bekerja di Stadion Tishrin, tahu ukuran tugas yang dia menghadapi.
"Saya melatih di sini dan saya tidak takut mati," katanya. "Sulit untuk bersaing, tapi bagi saya itu cukup sebagai kehormatan hanya untuk mengambil bagian dan menaikkan bendera Suriah."
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...