MK Sidangkan Gugatan Yusril Terkait Pemilihan Presiden
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang perdana pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan oleh Yusril Ihza Mahendra.
Berdasarkan jadwal yang dipublikasikan MK, sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan akan dilangsungkan pada pukul 13.30 WIB. Sidang akan dipimpin oleh majelis panel yang terdiri atas Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva sebagai ketua, didampingi Hakim Konstitusi Fadlil Sumadi dan Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.
Dalam permohonannya, Yusril menguji Pasal 3 ayat (4) UU Pilpres yang mengatur: "Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden ditetapkan dengan keputusan KPU".
Selanjutnya Pasal 9 UU Pilpres yang mengatur: "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden”.
Pasal 14 ayat (2) UU Pilpres yang mengatur: "Masa pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, paling lama tujuh hari terhitung sejak penetapan secara nasional hasil Pemilu anggota DPR".
Dan Pasal 112 UU Pilpres yang mengatur: "Pemungutan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan paling lama tiga bulan setelah pengumuman hasil pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota”.
Yusril yang telah diputuskan Partai Politik Bulan Bintang menjadi Calon Presiden pada Pilpres 2014 merasa dirugikan atau berpotensi dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya pasal-pasal tersebut.
Yusril menilai Pasal 9 UU Pilpres bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945, karena memanipulasi kata "pemilihan umum".
"Apabila perolehan kursi masing-masing partai peserta pemilihan umum telah diketahui, maka partai politik tersebut bukanlah partai politik peserta Pemilu, juga kata `sebelum pelaksanaan pemilihan umum` karena yang dimaksud adalah pemilihan umum DPR dan DPRD yang pesertanya partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945," demikian bunyi permohonan Yusril.
Sedangkan norma Pasal 14 UU Pilpres bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945, karena jika yang dimaksudkan dalam mendaftarkan setelah penetapan secara nasional hasil Pemilu anggota DPR, maka pada saat itu partai politik atau gabungan partai politik bukanlah lagi peserta pemilihan umum.
Menurut Yusril, UUD 1945 tidak secara spesifik mengatur urutan penyelenggaraan pemilihan umum. Namun, jika membaca Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, menunjukkan pemilihan umum yang dimaksudkan diadakan satu kali (secara serentak), sehingga Pasal 3 ayat (4), Pasal 9, Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 bertentangan dengan norma Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 7C UUD 1945.
Yusril juga menilai hal-hal yang diatur dalam Pasal 3 ayat (4), Pasal 9, Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 UU Pilpres tidaklah sungguh-sungguh untuk melaksanakan atau menegakkan norma-norma konstitusi, namun justru untuk menghalangi munculnya calon presiden dan wakil presiden dari kekuatan partai lain.
Bahwa kekhawatiran calon presiden dan wakil presiden akan terlalu banyak sehingga harus dibatasi dengan presidential threshold menjadi kehilangan relevansinya karena pada Pemilu 2014 hanya diikuti oleh 12 partai politik nasional dan 3 partai lokal Aceh.
Jika Pemilu 2014 akan diikuti 12 pasang calon menurut hemat pemohon, masih berada dalam batas yang wajar, kata Yusril. (Ant)
Editor : Sotyati
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...