MK Tolak Uji Materi UU MD3 yang Diajukan PDIP
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), terkait pasal pemilihan pimpinan di parlemen yang akan dipilih langsung oleh anggota DPR dan tidak lagi diberikan kepada partai politik pemenang pemilihan umum, sebagaimana diajukan pemohon PDI Perjuangan.
"Menolak gugatan permohonan pemohon untuk seluruhnya," jelas Ketua MK Hamdan Zoelva di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (29/9).
Dalam amar putusan, ada dua hakim konstitusi yang berbeda pendapat alias dissenting opinion, yakni Arief Hidayat dan Maria Maria Farida Indrati.
PDI Perjuangan mendaftarkan gugatannya sebagai pemohon pada Kamis (7/8) lalu dan perkaranya teregistrasi dengan nomor 73/PUU-XII/2014.
Gugatan dilayangkan oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo berserta empat orang warga negara yakni Dwi Ria Latifa, Junimart Girsang, Rahmani Yahya, dan Sigit Widiarto.
Pemohon mendalilkan pemberlakuan Pasal 84, Pasal 97, Pasal 104, Pasal 109, Pasal 115, Pasal 121, dan Pasal 152 UU MD3 merugikan hak konstitusional PDI Perjuangan sebagai pemenang pemilu.
Hal ini dikarenakan aturan-aturan tersebut mengatur bahwa pemangku jabatan pimpinan di parlemen akan dipilih langsung oleh anggota DPR dan tidak lagi diberikan kepada partai politik sesuai perolehan kursi sebagaimana diatur dalam Pasal 82 UU Nomor 27 Tahun 2009 (UU MD3 sebelum revisi).
Adapun jabatan-jabatan yang diatur dalam pasal tersebut yaitu pimpinan komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, Badan Kerjasama Antara Parlemen (BKSAP), Mahkamah Kehormatan Dewan, dan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT).
Selain itu, PDI Perjuangan juga menyampaikan dalam permohonannya bahwa proses pembuatan UU MD3 melanggar prosedur pembuatan UU, khususnya asas keterbukaan yang diatur dalam Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
PDI Perjuangan memandang rumusan aturan-aturan tersebut tidak berasal dari “naskah akademik” yang diajukan di awal pembahasan RUU MD3 di DPR yang kemudian disampaikan kepada pemerintah.
PDI Perjuangan juga mendalilkan bahwa dalam proses RUU MD3 hingga akhir, tidak ada satu masukan mengenai perubahan mekanisme pemilihan pimpinan DPR baik itu dalam Rapat Dengar Pendapat atau Rapat Dengar Pendapat Umum (RDP/RDPU) maupun rapat konsultasi dengan pimpinan MPR, DPR, dan DPD.
Dengan demikian, PDI Perjuangan berpendapat prosedur pembuatan aturan tersebut cacat prosedur dan meminta MK menunda berlakunya Pasal 84, Pasal 97, Pasal 104, Pasal 109, Pasal 115, Pasal 121, dan Pasal 152 UU MD3 serta menyatakan UU tersebut inkonstitusional.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...