Loading...
INDONESIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 20:56 WIB | Kamis, 02 Januari 2014

MPR: Tindakan Densus 88 Tidak Sesuai Konstitusi

Anggota Densus 88 Anti Teror membawa Sifa Al Islam, istri terduga teroris Anton usai melakukan penggeledahan di sebuah rumah di Desa Alas Malang, Kemranjen, Banyumas, Jateng, Rabu (1/1). Anton diduga menjadi perencana dalam aksi penembakan polisi di Pondok Aren. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y Thohari menilai bahwa tindakan penembakan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 dalam penangkapan terduga teroris di Ciputat tidak sesuai dengan konstitusi karena tidak menjalankan prinsip-prinsip negara hukum.

"Tindakan Tim Densus 88 dalam menangani terduga teroris di Ciputat itu kurang tepat karena tidak sejalan dengan konstitusi yang menyatakan Indonesia sebagai negara hukum," kata Hajriyanto di Jakarta, Kamis. 

Menurut dia, tindakan Tim Densus 88 Antiteror yang menembak mati para terduga teroris saat penangkapan telah melanggar prinsip-prinsip supremasi hukum.

"Saya hanya mengingatkan kepada Kepolisian RI, terutama Densus 88, akan bunyi UUD 1945 pasal 1 ayat 3 bahwa Indonesia adalah negara hukum. Maka para terduga teroris itu boleh dihukum mati, tetapi harus melalui keputusan pengadilan. Itu baru namanya negara hukum," ujarnya. 

Hajriyanto menekankan bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum, maka setiap orang yang diduga melanggar hukum harus tetap ditindak dengan proses penegakan hukum yang tepat.

"Artinya, `due process of law` (proses penegakan hukum) itu sendiri tentu tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang bertentangan dengan hukum," katanya. 

"Jadi, teroris boleh dihukum mati di Indonesia dengan cara ditembak, namun penembakan itu harus berdasarkan keputusan pengadilan," ujarnya.

Terkait dengan perspektif tersebut, kata dia, maka penanganan terorisme di Ciputat yang dilakukan oleh Densus 88 itu kurang sejalan dengan prinsip-prinsip negara hukum.

"Apa karena teroris maka boleh `di-dor` di tempat? Kalau begitu, kenapa para koruptor tidak ditembak di tempat saja ketika digerebek tanpa harus dibawa ke pengadilan? Itu kan sama-sama terduga, terduga koruptor dan terduga teroris," ucap Hajriyanto.

Selain itu, dia mengatakan Kepolisian RI tentu harus menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah dalam menjalankan tugasnya.

"Kalau kita mengakui Indonesia sebagai negara hukum tentu harus menjalankan asas praduga tak bersalah. Itu berarti seseorang tidak bisa dinyatakan bersalah dan dihukum bila belum dinyatakan bersalah oleh pengadilan," kata dia.

Wakil Ketua MPR itu pun meyakini Tim Densus 88 Antiteror sebenarnya dapat melaksanakan prosedur penangkapan tanpa harus menembak mati para terduga teroris.

"Saya yakin sekali Polisi itu punya banyak instrumen untuk melumpuhkan terduga teroris tanpa harus menembak mati. Itu kan bisa memakai gas air mata biar lumpuh dan bisa ditangkap," ujar Hajriyanto. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home