Loading...
SAINS
Penulis: Ignatius Dwiana 08:44 WIB | Jumat, 01 November 2013

MSF: Obat TBC Baru 50 Tahun Terakhir Tidak Bermanfaat

Baksil penyebab tuberkulosis atau TBC. (Foto Wikipedia)

PARIS, SATUHARAPAN.COM Ketiadaan pendekatan baru dalam pengembangan dan penentuan harga obat-obatan tuberkulosis baru akan mempersulitan penanganan tuberkulosis di dunia. Kombinasi pengobatan yang lebih baru diperlukan untuk mengatasi kesenjangan pengobatan tuberkulosis tahan obat (DR-TB, Drug Resistant Tuberculosis) yang bisa menyebabkan kematian. Organisasi kemanusiaan medis internasional Médecins Sans Frontières (MSF, Dokter Lintas Batas)  memberikan pernyataan itu dalam Konferensi Dunia untuk Kesehatan Paru-Paru di Paris. Demikian siaran pers MSF yang diterima pada Rabu (30/10). 

“Seandainya saya bisa membuat satu perubahan tentang tuberkulosis, hal itu adalah pengobatannya. Seandainya ada obat-obatan dengan kadar racun yang lebih rendah dan rejimen pengobatan yang lebih sederhana dan lebih singkat, pasti orang-orang yang berhenti dari pengobatan akan lebih sedikit dan jumlah orang yang meninggal karena itu akan berkurang,” kata Phumeza Tisile, pasien yang mendapat pengobatan tuberkulosis melalui program MSF di Khayelitsha, Afrika Selatan. 

Kemandekan selama 50 tahun dalam riset dan pengembangan obat-obatan tuberkulosis pada Desember 2012 dengan diloloskannya bedaquiline di Amerika Serikat. Bedaquiline sebuah obat tuberkulosis baru yang dipasarkan Janssen, anak perusahaan Johnson & Johnson (J&J). 

“Ini adalah pencapaian penting bagi para dokter dan pasien. Namun belum saatnya berpuas diri dan merayakan hal ini. Obat baru ini memang sebuah anugerah, tapi apa yang betul-betul kita butuhkan adalah sebuah kombinasi obat-obatan yang seluruhnya baru untuk mengobati DR-TB,” kata penasihat tuberkulosis MSF Cathy Hewison,. “Jika kita tidak mampu memberikan rejimen pengobatan yang seluruhnya baru, lebih bisa ditoleransi, dan lebih efektif di tahun-tahun mendatang, kesempatan untuk memperbaiki pengobatan DR-TB secara radikal akan terlewatkan.” 

Badan Pengawas Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat dengan cepat meloloskan bedaquiline. Badan Kesehatan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa WHO merilis panduan cepat untuk penggunaannya dan J&J telah mengusahakan registrasi obat tersebut secara cukup luas. Ada sinyal-sinyal positif bahwa pihak-pihak terkait penanganan tuberkulosis siap merespons obat-obatan baru dengan cepat. Namun, untuk mencapai tujuan adanya rejimen pengobatan yang seluruhnya baru akan membutuhkan perubahan yang lebih fundamental dalam cara riset obat-obatan tuberkulosis dan pemasaran obat itu.

“Kami membutuhkan riset yang jauh lebih kolaboratif sejak awal, ketimbang perusahaan-perusahaan melakukannya dengan tertutup. Hal ini akan membutuhkan komitmen besar dari komunitas riset global, serta suntikan pendanaan yang cukup signifikan di saat investasi global untuk riset dan pengembangan tuberkulosis sedang menurun,” kata penasihat kebijakan untuk Kampanye Akses MSF Sharonann Lynch. 

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan kurang dari 20 persen kasus DR-TB di dunia telah mendapat diagnosis dan pengobatan.  Sementara pengobatan tuberkulosis memakan waktu lama, sangat sukar, mahal, dan kurang efektif, dengan tingkat kesembuhan global yang stagnan di angka sekitar 50 persen. Peningkatan diagnosis dan pengobatan DR-TB menjadi sangat sulit. Negara-negara yang terkena dampak tuberkulosis harus meningkatkan upaya mendiagnosis dan mengobati DR-TB untuk memastikan perawatan yang bertanggung jawab dan efektif  saat kombinasi obat-obatan baru tersedia. Untuk mencapai hal ini, negara-negara itu membutuhkan dukungan. Maka, pendanaan global untuk melawan AIDS, Tuberkulosis dan Malaria yang mendapat pendanaan penuh akan sangat penting. 

“Kami juga perlu melakukan persiapan dasar agar pengobatan baru nantinya terjangkau. Struktur harga J&J untuk bedaquiline saat ini mengesampingkan negara-negara berpendapatan menengah. Beberapa di antaranya negara yang paling terkena dampak DR-TB, negara-negara itu harus membayar 3 ribu dolar Amerika Serikat untuk perawatan enam bulan,” kata Sharonann Lynch.

Lanjutnya, “Itu hanya untuk satu obat. Perlu diingat bahwa beberapa obat dibutuhkan untuk pengobatan yang efektif. Jika harga kombinasi pengobatan baru di masa depan mencapai beberapa ribu dolar bahkan untuk negara-negara miskin, seperti halnya hari ini, bagaimana mungkin negara-negara bisa meningkatkan akses dan memperluas cakupan pengobatan?” 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home