MTI Tuntut Pemerintah Inovatif Kelola Mudik Lebaran
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menuntut pemerintah membuat kebijakan yang inovatif terkait pengelolaan mudik lebaran antara lain dengan memfokuskan pemanfaatan angkutan laut, untuk mengurangi volume lalu lintas penyeberangan maupun volume jalan dan kereta api.
"Dalam beberapa tahun terakhir, proyek percontohan pemanfaatan angkutan laut untuk kebutuhan mudik Lebaran belum digarap serius. Padahal, biaya angkutan laut penumpang yang kompetitif seharusnya menjadi bagian penting dari strategi untuk mengurangi volume lalu lintas," kata Ketua Umum MTI, Danang Parikesit dalam dialog publik Evaluasi Mudik Lebaran 2014 di Jakarta, Senin (18/8).
Danang menyebutkan, prospek penggunaan angkutan laut yang nyaman selama ini, terkendala oleh penanganan yang tidak profesional. Akibatnya, masyarakat menyampaikan keluhan secara masif, sehingga kredibilitas angkutan laut mengalami penurunan signifikan. "PT Pelni sebagai armada nasional, milik pemerintah dapat memainkan peran katalis yang dominan pada masa mendatang," ujarnya.
Guru besar Transportasi Universitas Gadjah Mada (UGM) ini meyakini pelayanan angkutan "door-to-door", penggunaan tiket terusan hingga lokasi akhir, akan memberikan dorongan besar bagi pemanfaatan angkutan laut.
Sedangkan keberlanjutan angkutan laut untuk Lebaran, dapat dijamin apabila tarif yang murah itu diikuti dengan pelayanan berdasar rantai pasok (supply chain), dari tempat asal hingga tujuan akhir. "Pelayanan yang profesional pada gilirannya akan memberikan kepastian jumlah penumpang untuk mendukung keperluan komersial perusahaan pelayaran,” kata Danang.
Peningkatan pemanfaatan angkutan laut, menurut Danang Parikesit, tidak terlepas dari korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas yang masih tinggi. Pada periode mudik Lebaran 2014, korban meninggal mencapai 515 orang dari 3.815 kejadian kecelakaan. Jumlah korban meninggal tahun ini memang lebih sedikit jika dibandingkan dengan 2013 (719 orang) dan 2012 (908 orang).
Dengan kata lain, jika dilihat dari tingkat fatalitasnya, tahun 2014 merupakan rasio yang terendah, yaitu 0,135 korban meninggal tiap kecelakaan, dibandingkan dengan 0,219 meninggal tiap kecelakaan pada 2013, dan 0,173 meninggal tiap kecelakaan pada 2012. "Namun, perlu dicatat, jumlah kejadian kecelakaan pada 2014 lebih besar dibandingkan 2013," kata Danang.
Data di atas menunjukkan, risiko kecelakaan dan fatalitas, berbanding terbalik dengan kecepatan kendaraan. Artinya, semakin rendah kecepatan rata-rata, maka risiko terjadinya kecelakaan dan jumlah korban meninggal akibat kecelakaan, semestinya akan mengalami penurunan secara eksponensial.
Mengutip data pemerintah, lanjut doktor di bidang transportasi dari Technische Universitat Wien Austria ini, meskipun jumlah korban meninggal mengalami penurunan, tetapi tidak sejalan dengan pengurangan kecepatan yang terjadi.
Pengurangan kecepatan sebesar 20-25 persen yang terjadi pada 2014, dibandingkan dengan 2013, seharusnya secara risiko mengurangi jumlah kejadian kecelakaan.
"Faktanya, jumlah kecelakaan justru meningkat. Fatalitas yang terjadi, meskipun mengalami penurunan dari 2013, namun apabila ditarik sejak 2012, angka ini tidak cukup menggambarkan pengurangan yang signifikan terhadap berkurangnya kecepatan perjalanan," katanya.
Selain mendorong peningkatan pemanfaatan angkutan laut, Danang Parikesit juga menyebut beberapa kebijakan inovatif lain yang patut diterapkan. Di antaranya, mengekstensifkan pemanfaatan angkutan kereta api dengan koneksi angkutan jalan.
Terkait itu, Danang mengingatkan, kereta api bukanlah moda transportasi yang bersifat door-to-door. Sebab, masyarakat pengguna masih memerlukan moda lain untuk menuju stasiun, serta dari stasiun tujuan ke lokasi mudik akhir mereka. "Upaya inovatif untuk menjual tiket terusan menuju lokasi akhir perjalanan akan menjadi terobosan penting ke depan."
Selain itu, kerja sama antara operator kereta api dan operator angkutan jalan yang terkoordinasi melalui jadwal, pembayaran tiket tunggal, serta layanan door-to-door untuk penumpang dan barang yang diangkut, diyakini akan mendongkrak pesat permintaan angkutan kereta api, sekaligus memberikan justifikasi investasi yang lebih diterima.
"Skema ini dapat menjadi program regular dari operator kereta api, tanpa harus menunggu saat Lebaran," tegasnya.
Kebijakan inovatif lain adalah memobilisasi armada bus luar Jawa, untuk membantu peningkatan kualitas pelayanan angkutan bus pada koridor mudik. Caranya, memberikan izin trayek sementara bagi bus-bus luar Jawa, untuk dapat beroperasi di koridor mudik.
"Mobilisasi armada bus luar Jawa ini akan membantu masyarakat, yang seringkali terpaksa menggunakan bis yang kondisinya tidak memadai dan sangat berisiko terhadap keselamatan," kata Danang. (Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...