Mugabe Akan Hadapi Pemakzulan Setelah Menolak Mundur
HARARE, SATUHARAPAN.COM - Presiden Zimbabwe yang telah lama berkuasa, Robert Mugabe, menghadapi pemakzulan setelah menekankan dalam pidato yang disiarkan televisi bahwa dia tidak akan mengundurkan diri.
Jutaan orang yang mendengarkan radio dan menonton TV pada hari Minggu (19/11), awalnya mengira akan merayakan akhir dari kekuasaan autokrat Mugabe selama 37 tahun. Mereka akhirnya kecewa – sebagian sampai meneteskan air mata – mendengar Mugabe mengatakan dia akan memimpin kongres partainya, ZANU-PF, bulan depan.
Dia tidak menyebut kata mengundurkan diri atau menanggapi dengan serius intervensi militer dalam krisis politik negara itu. Partainya memberinya waktu sampai Senin (20/11)pukul 12.00 siang waktu setempat untuk menyerahkan kekuasaan atau menghadapi pemakzulan.
ZANU-PF telah menetapkan mantan Wakil Presiden Emmerson Mnangagwa, yang diberhentikan Mugabe dua minggu sebelumnya, sebagai ketua baru partai tersebut. Para pemimpin partai juga telah mencabut keanggotaan istri Mugabe, Grace, pemimpin Liga Perempuan ZANU-PF.
Militer Zimbabwe melakukan intervensi pekan lalu dengan menduduki lembaga-lembaga negara untuk menentang Mugabe yang menunjuk istrinya yang tidak populer sebagai penggantinya, yang dikhawatirkan banyak orang akan dilakukannya menyusul pemecatan Mnangagwa.
Menurut surat kabar Zimbabwe The Herald, Mugabe hari Minggu bertemu dengan para pemimpin militer.
Mugabe diperkirakan akan mengeluarkan sebuah pengumuman dalam beberapa jam mendatang, karena sebuah van televisi pemerintah terlihat di luar rumahnya, lapor Reuters.
Pemimpin Afrika Selatan akan membahas krisis politik yang sedang berlangsung di Zimbabwe dalam sebuah pertemuan Komunitas Pembangunan Afrika Selatan (SADC) di Luanda, Angola, hari Selasa.
Hari Sabtu, ribuan demonstran Zimbabwe yang bersorak-sorai membanjiri jalan-jalan di Harare, sebagian di antaranya bergerak menuju kediaman resmi presiden di tengah demonstrasi nasional yang menuntut pengunduran dirinya.
Para pemrotes, sebagian membawa spanduk yang mengatakan, "Mugabe harus pergi!" dan "Bukan kudeta tapi keren," masuk sampai 200 meter dari gerbang kompleks tersebut dan melakukan aksi duduk setelah dihentikan oleh tentara.
Gedung Negara adalah tempat Mugabe ditahan dan tempat negosiasi untuk Mugabe meletakkan jabatan.
"Ini tidak adil, mengapa tentara mencegah kami berbaris ke Gedung Negara," kata Rutendo Maisiri, 26 tahun. "Ini tidak benar, kami akan tetap bertahan."
Militer telah menghentikan demonstrasi semacam itu di ibukota di masa lalu, namun sekarang mendukung demonstrasi tersebut, dan mengarahkan para demonstran ke Lapangan Zimbabwe di mana para aktivis, politisi, dan mantan pejuang kemerdekaan berpidato, menuntut agar presiden mengundurkan diri.
Lapangan Zimbabwe adalah lokasi simbolis. Di situlah warga Zimbabwe menyambut kembalinya Mugabe dari pengasingan pada tahun 1980 setelah perang kemerdekaan melawan pemerintah minoritas kulit putih.
Anggota kelompok oposisi menyatakan frustrasi atas perundingan mengenai masa depan politik Mugabe.
Christopher Mutsvangwa, ketua Asosiasi Veteran Perang Kemerdekaan Nasional Zimbabwe, mengatakan kepada wartawan bahwa demonstrasi tersebut dilakukan untuk mendesak presiden turun dari jabatannya.
Mantan perdana menteri Morgan Tsvangirai, yang memimpin partai Gerakan untuk Perubahan Demokratis, ikut menyerukan agar Mugabe mundur. (VOA)
Editor : Melki Pangaribuan
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...