Naik Turunnya Hidup, Kita yang Tentukan
Sering kali kemanusiaan kita berupaya memenuhi semua yang berharga dan bernilai itu dengan berbagai cara tanpa memandang benar atau salah.
SATUHARAPAN.COM – Saya mengawali 2015 dengan perjalanan darat menuju Pekan Baru. Untuk itu, saya harus melalui jalan yang naik turun—tepatnya di daerah Minas—sebelum tiba di Pekan Baru. Tepat seperti perjalanan hidup seorang manusia: naik turun.
”Apakah hidup harus selalu naik turun? Apa kriteria untuk dikatakan naik atau turun? Apakah tidak ada pilihan untuk selalu naik?" tanya saya dalam hati. ”Sesuatu yang dianggap bernilai dan berharga,” jawab saya dalam hati pula.
Dalam kutur Batak dikenal hamoraon (kekayaan), hasangapon (kemuliaan), hagabeon (kesempurnaan). Seseorang disebut berada di puncak kehidupan ketika ia punya banyak harta (mora), punya kedudukan (sangap), punya keturunan (gabe). Sehingga semua orang Batak berupaya mendapatkan ketiga hal tersebut.
Tidak ada yang salah dengan menjadi kaya, punya jabatan, dan memiliki keturunan. Itu adalah anugerah. Namun, sering kali kemanusiaan kita berupaya memenuhi semua yang berharga dan bernilai itu dengan berbagai cara tanpa memandang benar atau salah. Selain itu, pemenuhan ketiga hal itu bisa dianggap menjadi tujuan hidup kita. Ini baru salah.
Bagi saya, naik turunnya hidup bukan masalah having, tetapi being. Tentu tidak mudah untuk konsisten menjaga being di tengah orang having. Namun, ini adalah pilihan. Naik turunnya hidup bukan suatu takdir melainkan pilihan. Hidup bisa selalu naik atau bisa selalu turun. Tergantung apa yang bernilai bagi kita, having or being. Naik turunnya hidup, kita yang tentukan.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...