Naikkan BBM, DPR Nilai Pemerintah Langgar UU
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi VI DPR menilai kebijakan Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi tidak sesuai dengan Pasal 14 Ayat (13) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang APBN-P tahun 2014.
“Kebijakan menaikkan BBM bersubsidi tidak tepat dan tak sesuai dengan Pasal 14 Ayat (13) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang APBN-P tahun 2014,” ujar Ketua Komisi VI DPR Ahmad Hafisz Thohir dalam Jumpa Pers, di Ruang Rapat Komisi VI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (21/11).
“Karena harga minyak dunia cenderung mengalami penurunan lebih rendah di bawah asumsi Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 sebesar 105 dolar /barel, saat ini mencapai USD 74.05/barel,” dia menambahkan.
Selain itu, Hafisz juga mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini sedang mengalami perlambatan dan kebijakan menaikkan harga BBM dipastikan dapat meningkatkan inflasi secara tajam sehingga akan mengoreksi angka pertumbunan ekonomi karena biaya produksi sektor usaha ikut naik.
”Kebijakan itu juga akan menambah tinggi angka kemiskinan. Sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS), rakyat miskin kita 29 juta dan berpotensi akan bertambah menjadi 40 juta dari 70 juta rakyat yang rentan miskin,” kata dia.
“Kenaikkan BBM juga akan berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat. Karena dengan naiknya BBM bersubsidi akan turut menaikkan biaya transportasi dan berbagai jenis produk,” dia menjelaskan.
Menurut dia, menaikkan harga BBM hanya akan membawa dampak kenaikan harga pada sektor perindustrian, perdagangan, dan UKM.
Perindustrian, Perdagangan, dan UKM
Di sektor perindustrian, kenaikkan harga BBM bersubsdi akan menaikkan harga bahan baku industri dan biaya transportasi, sehingga akan ada kenaikkan biaya distribusi dan produksi, lalu diperkirakan akan memperoleh tekanan pada biaya produksi dan operasional, termasuk kenaikkan gaji (UMR).
Sementara dalam sektor perdagangan kenaikan harga BBM bersubsidi akan berdampak pada kenaikan biaya transportasi, kemudian kenaikan harga bahan kebutuhan pokok, dan berpotensi menurunkan volume perdagangan dalam negeri.
UKM, kata dia, juga akan terkena dampak karena menghadapi kenaikan harga bahan baku, biaya produksi, dan penurunan pendapatan. UKM akan terjepit karena tidak dapat menaikkan harga jual produk ke konsumen, mengingat sebagian besar konsumen produk UKM adalah golongan masyarakat menengah.
“Konsekuensinya, terjadi pengurangan keuntungan usaha dan jalan keluarnya mengurangi jumlah tenaga kerja,” Ketua Komisi VI itu menjelaskan.
Oleh karena itu, Komisi VI DPR meminta Pemerintahan Jokowi-JK menjelaskan secara rinci hal-hal yang terkait dengan asumsi makro yang mendasari keputusan pemerintah dalam menetapkan kenaikan harga BBM bersubsidi. Kemudian pemerintah juga harus menjelaskan langkah yang akan ditempuh untuk menanggulangi tingginya inflasi, naiknya harga komoditas, dan menurunnya daya beli masyarakat yang berujung kepada melemahnya daya saing perekonomian bangsa.
“Pemerintah diharapkan dapat merumuskan atematif lain yang sesuai Pasal 20A UU No 12 Tahun 2014 APBN-P tahun 2014 dengan tidak memindahkan beban fiskal Pemerintah menjadi beban rakyat,” ujar dia.
Editor : Eben Ezer Siadari
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...