Nalco India Berminat Akusisi Inalum
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - National Aluminium Company (Nalco), sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) India berminat mengoperasikan bahkan mengakuisisi PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), perusahaan pengolahan aluminium patungan antara Pemerintah Indonesia dan Jepang. Berita yang dilansir oleh Global Times, Rabu (24/7) mengatakan penawaran Nalco kepada Pemerintah Indonesia baru pada tahap yang sangat awal.
Seorang pejabat senior Nalco menjelaskan walau pun pembicaraan masih dini, pihaknya yakin akan berlanjut hingga tuntas. Nalco, paparnya, telah membuat presentasi yang terperinci kepada sejumlah menteri terkait di Indonesia tentang rencana pengembangannya di masa mendatang.
"Kami telah memasukkan proposal kepada Pemerintah Indonesia. Namun sampai saat ini kami belum mendapat kabar lagi. Itu terserah kepada Pemerintah RI apakah akan menawari kami sebagian atau seluruhnya saham PT Inalum, tutur pejabat yang tidak mau disebut namanya tersebut.
Jika disetuji, Nalco sudah siap dana investasi sebesar 80 miliar Rupee India (INR) untuk mengakuisisi Inalum. PT Inalum saat ini dimiliki oleh pemerintah RI (41,12% saham) dan Nippon Asahan Alumunium (58,88%). Menurut kontrak yang ditandatangani pada 7 Juli 1975 di Tokyo, kerja sama tersebut akan berakhir pada 31 Oktober 2013 dan saham Jepang akan diambilalih RI.
PIP
Pemerintah Indonesia telah mempersiapkan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) sebagai Badan Layanan Umum (BLU) yang akan melakukan investasi pembelian saham PT Inalum. Pemerintah memperkirakan diperlukan dana Rp 7 triliun untuk mengakuisisi saham Jepang. Sumber dana diharapkan dari APBN, sebanyak Rp 2 triliun diambil dari APBN 2012 dan sisanya dari APBN 2013. DPR belum memberikan persetujuan atas rencana ini.
PT Inalum merupakan perusahaan yang membangun dan mengoperasikan proyek Asahan, terdiri atas pabrik peleburan alumunium atau smelter dengan kapasitas 225.000 ton per tahun dan PLTA Asahan II dengan kapasitas 604 MegaVolt. Saat ini, kapasitas produksi PT Inalum sebesar 250 ton alumunium ingot per tahun, dan sebanyak 60 persen diekspor ke Jepang serta 40 persen untuk kebutuhan dalam negeri.
Berdasarkan perjanjian yang telah disepakati pada 1975 antara pemerintah Indonesia dengan Jepang, kontrak kerja sama pengelolaan Inalum akan berakhir pada 31 Oktober 2013. Pemerintah sejauh ini tidak membuka opsi perpanjangan kerjasama dengan Jepang, sehingga Pemerintah Indonesia akan menjadi pengendali utama perusahaan pengolahan aluminium itu mulai tahun depan.
Revaluasi Nilai Aset
Keterangan Menteri Perindustrian, MS Hidayat, kemungkinan besar PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) akan menjadi BUMN setelah pemerintah Indonesia mengambil alih perusahaan tersebut pada November 2013. "Kalau mau praktis, diambil saja oleh menteri BUMN," ujarnya saat ditemui seusai rapat koordinasi di Jakarta, Selasa (23/7).
Hidayat mengatakan pembicaraan terkait skema BUMN tersebut masih menjadi topik tersendiri, karena proses negosiasi pengalihan Inalum dengan pihak Jepang masih berlangsung. Proses perundingan, lanjut Hidayat yang menjadi Ketua Tim Negosiasi Inalum, masih berjalan dan ada perbedaan pendapat antar kedua pihak, terkait revaluasi nilai aset perusahaan. "Kita maunya dia (Jepang, red) ikut angka kita, karena kita sudah diaudit BPKP. Namanya negosiasi high call, kita sama-sama mencoba melakukan pendekatan," jelasnya.
Investasi Baru
Pasca pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dari pihak Nippon Asahan Aluminium (NAA), perseroan harus melakukan restrukturisasi dengan proyeksi investasi baru sampai dengan US$750 juta. Investasi sebesar US$750 juta di luar anggaran yang disiapkan pemerintah sebesar Rp7 triliun dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara untuk proses pengambilalihan Inalum.
Untuk mendapatkan modal US$750 juta pasca pengambilalihan Inalum, selain dana dari pemerintah, Inalum bisa mendapatkan dana melalui pinjaman bank ataupun right issue dengan terlebih dahulu menjadi perusahaan terbuka, jelas Direktur Jenderal (Dirjen) Kerjasama Industri Internasional Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Agus Tjahajana Wirakusumah, di Jakarta, sebagaimana diberitakan Antara, Selasa (9/7).
Pasca pengambilalihan Inalum oleh pemerintah, tim negosiasi memberikan rekomendasi bagi pengembangan Inalum. Beberapa pengembangan bisnis yang direkomendasikan adalah Inalum memasok aluminium primer dan aluminium alloy bagi kebutuhan domestik dan sisanya akan diekspor, katanya.
Kapasitas Produksi
Inalum, menurut Agus, harus mengembangkan aluminium alloy dan memasok kebutuhan industri hilir aluminium domestik yang difokuskan untuk kabel transmisi listrik. Tahap pengembangan I sampai dengan 2017, Inalum harus menambah kapasitas aluminium primer atau aluminium ingot menjadi 400.000 ton per tahun dari 250.000 ton per tahun dan melakukan diversifikasi produk berupa aluminium alloy.
Saat ini, produksi aluminium ingot Inalum sekitar 250.000 ton per tahun dengan 60% hasil produksi diekspor ke Jepang, paparnya. Kebutuhan biaya untuk menambah kapasitas Inalum, lanjut Agus, sampai 400.000 ton per tahun sekitar US$750 juta. Investasi sebesar US$750 juta untuk menambah pabrik potline IV peleburan dan US$50 juta atau setara dengan Rp500 miliar untuk diversifikasi aluminium alloy, ujarnya.
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...