Nandur Srawung #2 di Taman Budaya Yogyakarta Dibuka
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Mengangkat tema Batik Klasik, gelaran seni rupa Nandur Srawung #2 yang digagas perupa Yogyakarta yang juga pegawai Taman Budaya Yogyakarta Drs. Suharyatno bersama perupa Yogyakarta dibuka pada hari Rabu (14/10) malam di pelataran Taman Budaya Yogyakarta (TBY). Gelaran secara resmi dibuka oleh Kepala Dinas Kebudayaan DIY yang diwakilkan kepada Kepala TBY, Drs. Diah Tutuko Suryandaru.
Hendra Himawan, kurator Nandur Srawung #2 menjelaskan perhelatan yang akan berlangsung pada 14-20 Oktober 2015 di Taman Budaya Yogyakarta menampilkan karya lintas disiplin seni rupa, lintas praktek, serta lintas wilayah dari perupa di Yogyakarta maupun luar Yogyakarta. Tidak kurang seniman/perupa dari Bali, Palembang, Sulawesi Barat, Lombok turut serta memamerkan karya mereka.
Dalam kata sambutan yang dibacakan Kepala TBY, Kepala Dinas Kebudayaan DIY mengatakan bahwa pelestarian dan pengembangan kebudayaan menjadi tanggung jawab bersama baik pelaku kebudayaan, masyarakat, dan lembaga pemerintah yang menangani pengembangan kebudayaan.
Pada acara pembukaan panitia sengaja mendaulat Kepala Dinas Kebudayaan yang diwakili Kepala TBY untuk menggoreskan karya pada sebuah pilar lobby ruang Pamer TBY sebagai tanda dibukanya Nandur Srawung #2.
Seperti penyelenggaraan sebelumnya, Nandur Srawung #2 memanfaatkan seluruh ruang yang ada di TBY mulai pelataran parkir, dinding pagar dan bangunan TBY, hingga ruang Pamer TBY sebagai media untuk menampilkan karya baik lukisan, mural, patung, komik, hingga instalasi. Pada ruang Pamer TBY tidak dibuat sekat sehingga pengunjung dapat menyaksikan karya seniman/perupa dalam satu ruangan besar.
Di panggung terbuka grup musik Nadi Laras meramaikan acara pembukaan dengan gamelan gadon, yang hanya memainkan sebagian saja dari gamelan ageng (komplit). Dengan diiringi gamelan gadon Wiwik Pungki art-fashion menampilkan karya busana dari bahan daur ulang dan barang bekas semisal tutup botol, botol minuman ringan, kertas, bronjong bawang, hingga daun pisang maupun daun jagung.
Nandur Srawung, menanam pergaulan menghargai perbedaan
Jika pada tahun sebelumnya melibatkan tidak kurang 500 perupa, tahun ini antusias meningkat dengan keterlibatan 650 perupa baik secara perorangan, komunitas/kelompok kesenian, media seni, maupun kaum diffabel dengan memamerkan sebanyak 126 karya.
Sebelumnya saat ditemui di sekretariat acara Nandur Srawung #2 hari Selasa (6/10) Drs. Suharyatno yang akrab dipanggil Yamiek menjelaskan bahwa karya yang ditampilkan semuanya baru. Tahun ini sengaja dibuka dengan tema Batik Klasik.
"Proses pembuatan batik yang panjang, ini yang coba kita angkat karena sesungguhnya mengandung proses mediatif yang sarat dengan filosofis. Selain itu, perkembangan batik sendiri menggambarkan terjadinya pertemuan beragam budaya-tradisi. Akulturasi inilah yang kemudian memunculkan keragaman batik itu sendiri baik corak maupun ragam hias. Dalam konteks kemasyarakatan, sesungguhnya proses itu sedang dan terus berjalan. Dengan tema Batik Klasik kita tawarkan pada Nandur Srawung #2, silakan teman-teman seniman maupun perupa merespon dalam karyanya," kata Yamiek pada satuharapan.com.
Nandur Srawung menjadi sebuah tawaran menarik untuk memahami realitas keberagaman yang tumbuh di masyarakat. Dalam nandur srawung yang secara sederhana diartikan menanam pergaulan terjadi komunikasi, dialog, berbagi ide-pemikiran dalam sebuah proses berkarya akan membuka ruang dialektika yang bisa saling menghidupi. Dalam kehidupan sehari-hari, nandur srawung menjadi sebuah ajakan untuk memahami realitas masyarakat dalam memelihara solidaritas, kepekaan sosial, dan penghargaan atas perbedaan itu sendiri melalui srawung.
Perayaan Natal di Palestina Masih Dibatasi Tahun Ini
GAZA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal di Palestina tahun ini hanya sebatas ritual keagamaan, mengin...