Naskah Sastra Kuno Penting Sebagai Suatu Cermin Kemajuan Bangsa.
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Isi dari berbagai naskah sastra kuno mencerminkan aktualisasi dari nilai-nilai kehidupan modern. Hal ini dikatakan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Sri Sularsih. Saat acara pembukaan Pameran Naskah Pecenongan Koleksi Perpustakaan Nasional: Sastra Betawi Akhir Abad ke-19, yang berlangsung di Galeri Cipta III Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada Kamis (11/7).
Pada acara yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) ini, Helminingsih mengatakan bahwa sastra kuno memang aktualisasi dari nilai kehidupan modern, akan tetapi generasi muda saat ini hampir tidak pernah membaca sastra di sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
“Saat ini ada beberapa faktor penyebab keterasingan sastra di tengah-tengah kaum muda, yakni keterbatasan akses terhadap teks asli yang tersimpan dalam penyimpanan yang tidak selalu mudah diakses oleh mayoritas masyarakat.” ujar Sularsih.
Selaku kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Sularsih mengatakan bahwa menurut konstitusi yang mengatur tentang Perpustakaan perpustakaan wajib mengkoleksi manuskrip dan naskah kuno sebagai bagian pelestarian kearifan lokal.
“UU 43 no 2007 tentang Perpustakaan mengamanatkan dalam salah satu pasalnya agar perpustakaan daerah dan perpustakaan nasional melakukan inventarisasi naskah kuno sebagai hasil suatu kebudayaan sebuah bangsa. Koleksi-koleksi dari manuskrip tua tersebut seharusnya dibagikan dan diketahui publik.” lanjut Sularsih.
Sularsih membeberkan bahwa UNESCO mengakui kehebatan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sebagai pemilik koleksi manuskrip kuno terbanyak di dunia.
“Dari 10.617 naskah kuno berbahasa Indonesia, dari seluruh penjuru wilayah Indonesia yang terdapat di Perpustakaan Nasional Republik Indonesià. 9.368 diantaranya ditulis di media kertas sisanya ditulis di atas media lain. Jumlah tersebut adalahl yang dimiliki PNRI saat ini, dan diakui UNESCO di Paris sebagai yang terbanyak dalam skala internasional.” kata Sularsih.
Sularsih mengatakan bahwa bidang filologi, atau ilmu transkripsi naskah-naskah kuno masih amat langka di Indonesia dan masih diperlukan banyak sarjana-sarjana filologi sehingga sastra betawi yang sebagian besar isi teksnya masih ditulis dalam aksara arab, atau aksara non-latin lainnya, dan mengandung nilai-nilai luhur dalam ceritanya sedapat mungkin diterjemahkan agar dapat dimengerti orang banyak. Dalam kesempatan ini Sularsih mengingatkan bahwa sastra betawi sebagai bagian dari budaya betawi masih amat langka karena kita akan lebih tertarik untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan masa depan, tanpa mengambil aspek positif dari sejarah.
Panitia pameran ini dalam keterangan rilis mengatakan bahwa diadakannya pameran selama 11 hari ini diharapkan untuk mengisi waktu generasi muda sembari mengisi waktu sebelum berbuka puasa dengan kegiatan positif, walau menurut statistic pnri.org menyatakan bahwa buku-buku yang berkaitan dengan bidang teks-teks sastra betawi kuno tidak terlalu banyak dibaca dan diminati generasi muda.
Editor : Yan Chrisna
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...