Natal PIKI 2014, Angkat Tema Pembaruan Budi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – 'Berubahlah oleh Pembaruan Budimu' menjadi tema yang diangkat oleh Persatuan Intelegentia Kristen Indonesia (PIKI) dalam acara Ibadah Syukur Natal dan Dies Natalis ke-51 PIKI yang terselenggara di Gedung Pertemuan GPIB Effatha, Jalan Melawai II, Jakarta Selatan, Jumat (19/12).
Dalam pelayanan firman Tuhan yang dibawakan oleh Pendeta Samuel Hakh ditegaskan sebagaimana tertulis dalam Roma 12:2 - landasan tema Ibadah Syukur PIKI 2014- masyarakat Roma hidup di tengah gaya hidup yang beraneka ragam, bahkan hingga memuja berbagai macam dewa.
"Mereka sangat menekankan sikap hidup yang sangat hedonistis, artinya terus berupaya mencari kenikmatan," kata dia.
Menurut Pendeta Samuel definisi kehidupan hedonistis yang ditekankan adalah perilaku untuk mencapai tingkat kehidupan setingginya, tanpa peduli bagaimanapun caranya.
Akibatnya, lanjut dia, muncul berbagai tindakan dan perbuatan dalam masyarakat seperti keserakahan, seks bebas, pelacuran, dan lain sebagainya.
"Melihat situasi itu sebagian kecil jemaat Roma berjuang dengan iman mereka," kata Pendeta Samuel.
Budi Pusat Keputusan
Oleh karena itu budi sebagai pusat pengambilan keputusan harus mengalami pembaruan, karena menentukan keberadaan. Budi yang tak dibarui akan membuat orang mengikuti kehidupan hedonistis.
"Itulah sebabnya paulus meminta jemaat membaharui budi mereka," ujar dia.
"Tanpa pembaruan dari Roh Kudus, maka aktivitas yang manusia lakukan akan bertentangan dengan kehendak Allah," Pendeta Samuel menambahkan.
Sebab, kata dia, dalam kehidupan manusia ada sukacita, pengendalian diri, kesabaran, dalam melakukan tindakan di tengah masyarakat. Sehingga manusia mampu membedakan mana yang baik dan tidak baik.
Pendeta Samuel juga menyampaikan dengan pembaruan budi manusia akan mengetahui mana kehendak Allah, mana yang baik, dan berkenan pada Allah.
"Ini adalah ungkapan yang menguji, memeriksa, dan menilai, dengan demikian orang yang budinya telah dibarui Roh Kudus akan mengetahui apa yang patut dia lakukan," kata dia.
"Sebab apa yang baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah. Bila itu sesuai dan berguna menurut kita, belum tentu menurut Allah," Pendeta Samuel menjelaskan.
Untuk mengetahui, kata dia, apa yang berkenan pada Allah, Firman Tuhan mengajak kita membarui budi. Sebab itu akan menentukan kualitas pelayanan kita, dan PIKI di tengah Gereja dan masyarakat harus terus menerus membarui diri dengan bantuan Roh Kudus.
"Karena kita dipanggil untuk menjawab panggilan Tuhan," kata dia.
"Sekali lagi apa kita sebagai pengurus dan anggota PIKI, mau membarui diri agar berdampak di masyarakat?," ujar dia bertanya pada puluhan jemaat yang hadir
Kehadiran PIKI
Dia menyebutkan saat ini manusia tak dapat menolak kenyataan ada buah roh yang baik dilakukakan orang tertentu, tapi di sisi lain manusia juga tak bisa menutup mata dengan tindakan yang tak sesuai kehendak Allah.
"Korupsi dimana-mana, tawuran akibat kebencian juga terjadi, ada pemaksaan kehendak disertai tindak anarkis, ini membuktikan masyarakat kita belum alami pembaruan yang sungguh-sungguh," kata Pendeta Samuel.
Padahal, lanjut dia Indonesia memiliki nilai luhur yang disebut Pancasila, dan sila pertama berbunyi 'Ketuhanan Yang Maha Esa, namun keagamaan hanya bersifat seremonial dan formalistik, seakan beragama tapi tindakan tak beragama sama sekali.
"Di sinilah PIKI harus hadir melakukan gebrakan dan terobosan bagi meningkatnya keadilan perdamaian, ketentraman dan kesehajteraan di tengah masyarakat," kata dia menutup pelayanan firman Tuhan.
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...