Negara Merugi Rp 1,5 Triliun Akibat Faktur Pajak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kerugian negara akibat kasus-kasus pengemplangan pajak dengan modus faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya sejak 2008 hingga 2013 mencapai lebih dari Rp 1,5 triliun.
"Persentase populasi penggunaan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya itu, dari jumlah kasus-kasus pengemplangan pajak, lebih dari 50 persen," kata Direktur Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Yuli Kristiono, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis.
Perincian kerugian negara akibat penggunaan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya yaitu: pada 2008 terdapat tiga kasus dengan kerugian negara mencapai lebih dari Rp 35,19 miliar; pada 2009 terdapat 21 kasus dengan kerugian negara mencapai lebih dari Rp 257,82 miliar; pada 2010 terdapat 21 kasus dengan kerugian negara mencapai lebih dari Rp 497,36 miliar.
Kemudian pada 2011 terdapat 23 kasus dengan kerugian negara mencapai lebih dari Rp 194,71 miliar; pada 2012 terdapat 12 kasus dengan kerugian negara mencapai lebih dari Rp 326,93 miliar; dan pada 2013 terdapat 20 kasus dengan kerugian negara mencapai lebih dari Rp 239,92 miliar.
Yuli mengatakan modus penggunaan faktur pajak itu terjadi hampir di seluruh sektor usaha yang terkena pajak pertambahan nilai (PPn). Tapi, jika dilihat dari jenis kode faktur pajaknya sektor usaha perdagangan menjadi sektor yang paling sering menerbitkan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.
"Sering para pengemplang pajak menggunakan perusahaan-perusahaan fiktif untuk menerbitkan faktur itu dan itu terindikasi ketika registrasi pengusaha kena pajak (PKP)," tutur Yuli.
Selain penggunaan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, Yuli mengatakan modus lain pengemplangan pajak yang juga marak yaitu pemungutan pajak yang tidak dilanjutkan penyetoran uang pajak dan penyampaian surat pemberitahuan pajak (SPT) yang isinya tidak benar.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, lanjut Yuli, juga masih mengembangkan keterlibatan tersangka lain dalam kasus penerbitan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dengan tersangka MDA sejak 8 Oktober 2013 serta kasus serupa dengan tersangka MM alias MR sejak tanggal 30 Oktober 2013.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Kismantoro Petrus, mengatakan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya akan terdeteksi karena penerbit faktur tidak melaporkan ke Ditjen Pajak.
"Tiba-tiba ada orang yang mengklaim punya faktur pajak dari perusahaan lain untuk dimasukkan dalam penghitungan PPn-nya," kata Kismantoro. (Ant)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...