Nelayan Penguasa Laut Sejati, Tapi...
Nelayan Kita Sebatas Penguasa Pesisir
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Nelayan Indonesia yang terkonsentrasi dalam penangkapan di pesisir menyebabkan wilayah pesisir telah mengalami pengkapan yang lebih (over fishing), lemah dalam kemampuan memulihkan, bahkan telah banyak terjadi kerusakan.
Menurut pakat antropologi kelautan, Dedi Adhuri Ph.D dari lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kerusakan kawasan pesisir juga karena ilegal fishing. Berikut ini bagian kedua wawancara satuharapan.com dengan dia mengenai pembangunan kelautan dan kondisi nelayan di Indonesia.
Satuharapan.com: Bagaimana sebenarnya gambaran yang riil tentang situasi nelayan kita?
Dedi Adhuri: Mayoritas nelayan kita adalah nelayan sekala kecil yang oleh karenanya hanya mampu mengeksploitasi sumber daya perikanan di sekitar pesisir. Karena tingkat tekanan yang terfokus pada perairan pesisir, ini tidak hanya karena nelayan kecil tetapi juga karena illegal fishing yang dilakukan nelayan besar, maka gejala tangkap lebih telah menjadi potret kondisi perairan pantai kita. Akibatnya wajah miskin dan masalah-masalah kehidupan lain menjadi wajah umum nelayan yang tampak merata di semua pelosok Tanah Air.
Namun demikian, ada hal lain yang juga menjadi realitas nelayan kecil kita yang sebenarnya bisa dilihat sebagai potensi. Nelayan kecil kita jumlahnya besar, meskipun sulit memastikan berapa banyaknya, tetapi kita-kita 2-3 juta orang dengan armada ratusan ribu kapal. Mereka tersebar dari ujung Barat Indonesia, Aceh, sampai ujung timur, Papua, Sulawesi Utara sampai Rote. Bayangkan kalau mereka melaut semua, paling tidak perairan pesisir mereka kuasai karena keberadannya itu.
Dibandingkan dengan keberadaan angkatan laut dan aparat lain di laut yang pekan lalu membuat menteri KKP kaget karena begitu minim jumlahnya dan terbatasnya kapasistasnya, adalah bukan mengada-ada kalau kita mengatakan sebenarnya penguasa laut sejatinya adalah nelayan.
Kalau kita berdayakan dan manfaatkan potensi itu, maka banyak hal yang terkait permasalahan di lautan, seperti illegal fishing, human trafficking, dan ancaman keamanan, akan sangat terbantu. Belum lagi kalau kemampuan menangkap ikan di laut dapat kita konversikan jadi asupan protein hewani, ancaman terhadap food security akan semakin berkurang.
Dalam konteks pengelolaan, kita juga mengenal praktik-praktik pengelolaan pesisir berbasis masyarakat, baik tradisional maupun inisiatif-inisiatif kontemporer. Kapitalisasi praktik-praktik ini untuk pengelolaan pesisir termasuk perikanan, yang sementara ini menjadi kelemahan pemerintah kita, juga akan mengarahkan pada pemecahan masalah-masalah lingkungan, sosial dan ekonomi di pesisir.
Satuharapan.com: Nelayan adalah garda paling depan dalam menjaga laut, memahami laut dan mengelola laut. Memberdayakan nelayan semestinya suatu keharusan untuk Indonesia menjadi negara maritim. Hal apa yang paling esensial untuk memberdayakan mereka, dan dengan cara apa?
Dedi Adhuri: Pertama, kita harus melakukan reformasi mental. Selama ini nelayan selalu hanya diasosiasikan dengan kemiskinan, kerendahan tingkat pendidikan, ketidakberdayaan dan segala persoalan di laut. Hal itu memang benar, tapi baru setengah dari kebenaran.
Nelayan adalah juga potensi yang tidak tenilai yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi segala persoalan serius di laut dan pesisir. Jika, kita mereformasi pemikiran kita dengan melihat sisi positif/potensi nelayan, maka kita akan menjadi optimis dan memandang nelayan sebagai bagian penting solusi masalah maritim. Dengan demikian political will dan support dari berbagai pihak untuk pemberdayaan nelayan akan semakin meningkat.
Reformasi pola pikir ini seharunya diikuti dengan perubahan kita dalam memperlakukan nelayan. Jika selama ini mereka diperlakukan sebagai kelompok pasif atau objek penderita, perubahan cara pandang ini mengharuskan kita melihat dan memperlakukan mereka sebagai pihak yang harus terlibat dan dilibatkan dalam semua pengambilan keputusan terkait pengembangan dunia maritim/perikanan/kebaharian.
Nelayan dalam hal ini juga harus dilihat sebagai entitas yang majemuk dan lintas jender. Harus digarisbawahi bahwa posisi wanita di dunia perikanan sanat strategis. Mereka seringkali menempati posisi kunci dalam pengelolaan pasca panen, pemasaran dan pengelolaan keuangan rumah tangga.
Satuharapan.com: Bagaimana hal itu dipraktikkan dilapangan?
Dedi Adhuri: Kita harus bergerak di lapangan mewujudkan support untuk merberdayakan nelayan—yang tidak hanya dipikirkan sebagai membantu nelayan, tetapi juga mengatasi persoalan bangsa; food security, illegal fishing, perahanan keamanan, trafficking dan lain-lain. Pemberdayaan tentu kata kunci pada gerakan di lapangan, konteksnya tentu dalam paket peningkatan kemampuan nelayan untuk melakukan penangkapan off shore .
Saya sebut paket karena bantuan-bantuan segmental seperti halnya program 1.000 kapal tidak banyak manfaatnya, bahkan hanya pemborosan saja. Support peningkatan produksi harus lengkap tidak hanya hardware (teknologi dan permodalan) tetapi juga software (pengetahuan, keterampilan).
Aspek safety harus juga menjadi perhatian utama pada support-support peningkatan kapasitas nelayan untuk berproduksi. Support peningkatan nilai pasca panen dan pemasaran adalah hal-hal yang juga harus dilakukan. Pengetahuan, keterampilan dan pengadaan teknologi pengolahan pasca panen akan menjadi kunci untuk meningkatkan produktivitas perikanan dan rumah tangga nelayan.
Koreksi terhadap praktik perdagangan saat ini yang tidak fair terhadap nelayan juga harus dilakukan. Penciptaan sistem informasi pasar sedemikian rupa sehingga sampai ke nelayan adalah salah satu kunci dari perbaikan itu. Support budi daya ramah lingkungan dan berpihak kepada nelayan/pembudi daya kecil adalah juga usaha yang harus dilakukan seperti halnya pekerjaan alternatif lain.
Selain mengalihkan nelayan dari jebakan kemiskinan seperti telah disebut di atas, pengalihan ke budi daya dan alternatif lain akan mengurangi tekanan pada perairan pantai. Dengan demikian recovery kondisi perairan pesisir bisa terjadi.
Satuharapan.com: Bagaimana dengan peran organisasi nelayan?
Dedi Adhuri: Hal yang juga penting adalah pembentukan dan penguatan organisasi kenelayanan. Salah satu hal yang menyebabkan mereka lemah posisnya saat ini adalah karena tidak adanya pengorganisasian yang memungkinkan mereka berberak sebagai satu kekuatan social-ekonomi-politik. Tanpa representasi itu, posisi mereka cenderung rentah terhadap pressure pihak lain. Tentu saja kerja-kerja mengatasi masalah kelautan/perikanan kelompok akan lebih kuat jika dilakukan dalam bentuk gerakan kelompok daripada individu.
Dukungan terhadap praktik-ptaktik pengelolaan perikanan/pesisir berbasis masyarakat juga dibutuhkan. Dukungan-dukungan ini tidak hanya akan menguatkan praktik-praktik di lokasi yang bersangkutan, tetapi keberhasilan local akan mendorong adopsi horizontal maupun vertical. Dengan demikian akan mempercepat proses replikasi kesukesannya.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...