Niger: Serangan pada Tentara, Pemberontakan Pertama pada Junta Militer
17 Tentara Tewas dan 24 luka-luka.
NIAMEY, SATUHARAPAN.COM-Pemberontak membunuh 17 tentara dan melukai hampir 24 lainnya dalam serangan besar pertama dalam setengah tahun terhadap tentara di Niger, di mana kekuatan Barat khawatir kudeta oleh pasukan elite pengawal presiden bulan lalu melemahkan sekutu melawan jihadi dalam kekerasan di wilayah Sahel Afrika Barat.
Niger adalah salah satu negara demokrasi terakhir di wilayah selatan Sahara dan Prancis dan AS memiliki sekitar 2.500 personel militer di sana yang melatih pasukan Niger. Prancis juga melakukan operasi bersama dengan bekas jajahannya, tetapi sejak kudeta Paris dan Washington telah menangguhkan operasi militer, memberi para jihadis lebih banyak ruang bernapas.
Sebuah detasemen militer diserang pada hari Selasa (15/8) sore saat bergerak antara desa Boni dan Torodi di wilayah Tillaberi, kata Kementerian Pertahanan di televisi negara Selasa. Yang terluka dievakuasi ke ibu kota, Niamey.
Itu adalah serangan besar pertama terhadap tentara Niger dalam enam bulan, tanda mengkhawatirkan kemungkinan eskalasi, kata Wassim Nasr, seorang jurnalis dan peneliti senior di Soufan Center, sebuah think tank.
“Apa yang kita saksikan hari ini adalah faksi jihad yang bertikai, kelompok Negara Islam (ISIS) dan (afiliasi al Qaeda, Jama'at Nusrat al-Islam wal-Muslimin), menandai wilayah mereka karena kekosongan keamanan yang disebabkan oleh kudeta. Ini pasti harus dilihat dalam konteks perang yang sedang berlangsung antara kedua kelompok,” katanya.
Negara-negara tetangga mengancam tindakan militer terhadap kudeta, yang pendukungnya mengatakan hari Rabu bahwa mereka akan mendaftarkan sukarelawan untuk berperang dan membantu dengan kebutuhan lain sehingga junta memiliki daftar jika perlu memanggil orang.
Salah satu penyelenggara, Amsarou Bako, mengklaim bahwa junta tidak terlibat dalam pencarian relawan untuk membela kudeta, meski mengetahui inisiatif tersebut.
Penduduk setempat di ibu kota Niger berbagi reaksi mereka pada hari Senin terhadap berita bahwa junta militer yang merebut kekuasaan di negara itu mengatakan berencana untuk mengadili Presiden Mohamed Bazoum yang digulingkan karena "pengkhianatan tingkat tinggi" dan merusak keamanan negara.
Tidak jelas seberapa nyata kemungkinan konflik regional.
Banyak pendukung Bazoum telah dibungkam atau bersembunyi, dan aksi unjuk rasa untuk mendukung presiden dengan cepat ditutup oleh polisi. Beberapa menteri dan politisi dari rezim Presiden Mohamed Bazoum yang digulingkan telah ditahan sejak kudeta, dengan kelompok hak asasi manusia tidak dapat mengakses mereka.
Blok regional Afrika Barat, ECOWAS, mengatakan telah mengaktifkan "pasukan siaga" untuk memulihkan ketertiban di Niger.
Bako, salah satu pendiri, mengatakan kepada The Associated Press pada hari Selasa (15/8) bahwa perekrutan akan dilakukan pada hari Sabtu di Niamey serta di kota-kota di mana pasukan invasi mungkin masuk, seperti di dekat perbatasan dengan Nigeria dan Benin, dua negara yang mengatakan akan berpartisipasi dalam suatu intervensi.
Ketegangan regional semakin dalam karena kebuntuan antara Niger dan ECOWAS tidak menunjukkan tanda-tanda mereda, meskipun ada sinyal dari kedua belah pihak bahwa mereka terbuka untuk menyelesaikan krisis secara damai. Pekan lalu junta mengatakan terbuka untuk berdialog dengan ECOWAS setelah menolak berbagai upaya blok tersebut dalam pembicaraan, tetapi tak lama kemudian menuduh Bazoum dengan "pengkhianatan tingkat tinggi" dan menarik duta besarnya dari Pantai Gading yang berdekatan.
Analis mengatakan semakin lama kudeta berlarut-larut, semakin kecil kemungkinan intervensi akan terjadi karena junta memperkuat cengkeramannya pada kekuasaan, kemungkinan memaksa komunitas internasional untuk menerima status quo.
Mehnlu Amerika Serikat, Antony Blinken, mengatakan pada hari Selasa masih ada ruang untuk diplomasi untuk mengembalikan negara ke aturan konstitusional dan mengatakan AS mendukung upaya dialog ECOWAS, termasuk rencana daruratnya.
Duta Besar AS yang baru untuk Niger, Kathleen FitzGibbon, diperkirakan akan tiba di Niamey pada akhir pekan ini, menurut seorang pejabat AS. Amerika Serikat tidak memiliki duta besar di negara itu selama hampir dua tahun. Beberapa ahli Sahel mengatakan ini membuat Washington kurang memiliki akses ke pemain kunci dan informasi.
Sementara negara-negara regional dan barat berebut bagaimana merespons, banyak orang Niger yakin mereka akan segera diserbu. Negara berpenduduk sekitar 25 juta orang ini adalah salah satu yang termiskin di dunia dan penduduknya berharap rezim baru akan membawa bangsa ini ke jalan yang baru. Di Niamey, penduduk setempat yang bersemangat mengatakan bahwa mereka akan melakukan apa saja untuk mempertahankan negara.
“Anak-anak saya dan saya mencintai para prajurit ini dan saya mengundang orang-orang muda untuk bergabung dengan tentara dan membangun negara dan desa kami,” kata Amadou Hawa, seorang penduduk Niamey yang tinggal di kota kumuh di pinggir jalan.
Rincian pasukan sukarelawan Niger masih belum jelas, tetapi prakarsa serupa di negara-negara tetangga membuahkan hasil yang beragam. Pejuang sukarela di Burkina Faso, yang direkrut untuk membantu tentara memerangi pemberontakan jihadi, telah dituduh oleh kelompok hak asasi manusia dan penduduk setempat melakukan kekejaman terhadap warga sipil.
Bako, salah satu ketua kelompok yang mengorganisir relawan Niger, mengatakan situasi Niger berbeda. “Para (relawan di Burkina Faso) memerangi Burkinabe yang mengambil senjata melawan saudara mereka sendiri. Perbedaannya dengan kami adalah orang-orang kami akan melawan gangguan,” katanya dalam bahasa Inggris. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...