NIIS Mulai Hitung Mundur Bunuh Warga Jepang
SURIAH, SATUHARAPAN.COM – Militan Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS/ISIS) mengeluarkan ancaman baru terhadap sepasang sandera yang merupakan warga negara Jepang pada Jumat (23/1)sebagai tenggat waktu kepada pemerintah Jepang untuk membayar uang tebusan sebesar USD 200 juta (sekitar Rp 2,5 triliun) untuk membebaskan mereka.
Sebuah postingan secara online menunjukkan penghitungan mundur bersama dengan gambar mengerikan dari sandera lain yang telah dipenggal kepalanya oleh kelompok NIIS serta mengingatkan bahwa perhitungan mundur telah dimulai. Namun dalam postingan tersebut tidak menunjukkan gambar kedua warga Jepang tersebut.
Upaya untuk membebaskan kedua warga Jepang tersebut juga tidak jelas. Juru bicara pemerintah Yoshihide Suga, ketika ditanya tentang pesan yang baru dirilis tersebut mengaku bahwa Jepang sedang menyelidikinya.
Perdana Menteri Shinzo Abe dalam sidang dengan Dewan Keamanan Nasional PBB membahas bagaimana mengatasi masalah tersebut ketika ibu dari salah satu tawanan NIIS itu meminta anaknya diselamatkan.
“Waktu hampir habis. Tolong, pemerintah Jepang selamatkan anak saya,” kata Junko Ishido, ibu dari wartawan yang berumur 47 tahun Kenji Goto.
“Anak saya bukan musuh Negara Islam,” kata dia sambil menangis di Tokyo.
Ishido mengatakan dia terkejut dan marah ketika mengetahui dari anak menantunya bahwa Goto telah meninggalkannya selama kurang lebih dua minggu setelah anaknya lahir pada Oktober 2014 lalu untuk pergi ke Suriah dan mencoba menyelamatkan sandera lainnya yaitu Haruna Yukawa (42).
“Anakku merasa dia harus melakukan apapun untuk mencoba menyelamatkan seorang teman dan kenalannya,” kata dia.
Ishido berulang kali meminta maaf dan berkata, “Ini semua salah anak saya.”
Televisi Nasional Jepang NHK melaporkan pada Jumat (23/1) pagi bahwa mereka telah menerima pesan dari ‘humas’ NIIS yang mengatakan bahwa akan segera mengeluarkan rilis.
Kurangnya pengaruh dan hubungan diplomatik dengan Timur Tengah, Jepang tengah mencari cara untuk membebaskan dua orang warganya yang terdiri dari satu orang jurnalis dan seorang operator perusahaan militer swasta berusia sekitar 40 tahun, diculik di Suriah setelah pergi ke sana untuk latihan bersama militan, menurut berita pada sebuah blog.
Dua orang Jepang tersebut mengatakan mereka telah mencoba untuk bernegoisasi dengan pemimpin NIIS pada Kamis (22/1) tetapi belum diketahui secara pasti apakah pemerintah Jepang menyetujui ide tersebut.
Ishido mengatakan dia tidak pernah menghubungi pemerintah.
Dalam pesan video mereka yang dirilis pada Selasa (20/1), para militan mengancam untuk membunuh para sandera kecuali mereka menerima uang sebesar Rp 2,5 triliun tersebut dalam kurun waktu 72 jam.
Suga mengatakan bahwa Jepang sedang berusaha menghubungi semua koneksi yang dapat memungkinkan mereka untuk membebaskan para sandera dan kebijakan memberikan bantuan kemanusiaan bagi mereka yang mengungsi akibat konflik di Timur Tengah tidak berubah.
“Kami melakukan yang terbaik untuk berkoordinasi dengan pihak terkait, termasuk dengan kepala suku,” kata Suga.
Suga mengatakan bahwa pemerintah telah mengkonfirmasi identitas dua sandera tersebut meskipun terdapat beberapa perbedaan pada bayangan dan detil lainnya dalam video tersebut yang mungkin saja telah diubah.
Para pejabat Jepang tidak secara langsung mengatakan apakah mereka mempertimbangkan untuk membayar uang tebusan tetapi mereka mengatakan bahwa nyawa dua orang tersebut adalah prioritas utama.
Jepang telah bergabung dengan negara-negara industri utama lainnya dari Kelompok Tujuh untuk menentang pembayaran uang tebusan. Namun, para pejabat AS dan Inggris menyarankan untuk Jepang membayar uang tersebut.
Tokyo tidak memiliki koneksi diplomatik yang kuat di Timur Tengah dan diplomat Jepang telah meninggalkan Suriah karena perang saudara di sana telah meningkat. Hal ini menambah kesulitan bagi Jepang untuk menghubungi kelompok militan NIIS tersebut.
Ko Nakata, seorang ahli hukum Islam dan mantan profesor di Kyoto Doshisha University bersama dengan wartawan lepas Kousuke Tsuneoka menyatakan bahwa tidak ada tanda pemerintah Jepang melakukan tindakan untuk melakukan penawaran dengan NIIS.
Nakata dan Tsuneoka yang merupakan seorang mualaf, mengatakan bahwa mereka memiliki kontak dengan NIIS dan siap pergi ke Suriah.
Nakata dan Tsuneoka yang dibebaskan setelah sempat disandera di Afghanistan pada tahun 2010 mengunjungi Suriah pada bulan September yang gagal membebaskan Yukawa. Goto ditangkap beberapa saat setelah dia memasuki wilayah tersebut pada Oktober lalu.
Militer Jepang sepertinya akan membutuhkan bantuan dari sekutunya yaitu AS untuk menyelamatkan warganya. (foxnews.com)
Editor : Eben Ezer Siadari
Kepala Pasukan UNIFIL: Posisi PBB di Lebanon Berisiko Didudu...
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM-Kepala pasukan penjaga perdamaian PBB mengatakan pada hari Jumat (1/11) bahw...