Obat Tradisional Ilegal Didominasi Zat Sildenafil
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Hasil pengawasan rutin Desember 2015-September 2016 oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan menyebutkan sebagian besar obat tradisonal (OT) ilegal yang termonitor, mengandung bahan kimia obat (BKO) Sildenafil.
"BKO yang teridentifikasi dicampur ke dalam produk OT tersebut didominasi oleh Sildenafil dan turunannya," kata Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen BPOM, Ondri Dwi Sampurno, di Jakarta, Selasa (21/11).
Menurut dia, OT ilegal tersebut sejatinya memiliki khasiat khas lokal tetapi menjadi berbahaya karena dicampur dengan BKO yang tidak sesuai dengan takaran yang dianjurkan.
Produsen OT ilegal, kata dia, biasanya menawarkan produk dengan iming-iming mujarab "cespleng", tanpa menyebutkan mengandung BKO berbahaya, termasuk zat Sildenafil.
Sildenafil merupakan obat yang diindikasikan untuk mengobati disfungsi ereksi dan hipertensi arteri pulmonal.
Obat tersebut, umum dikenal dengan nama viagra dan paling dominan digunakan sebagai obat disfungsi ereksi pada pria.
Sildenafil dan turunannya termasuk golongan obat keras, yang hanya boleh digunakan sesuai petunjuk dokter. Jika digunakan secara tidak tepat, BKO ini dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan di antaranya kehilangan penglihatan dan pendengaran, stroke, serangan jantung, bahkan hingga kematian.
BPOM, kata dia, secara rutin melakukan pengawasan rutin maupun inspeksi ke sarana produksi, sarana distribusi, atau ritel, yang dicurigai memproduksi atau mengedarkan OT mengandung BKO.
Selama periode Desember 2015-September 2016, BPOM menemukan 43 OT mengandung BKO, 26 di antaranya tidak memiliki izin edar BPOM atau ilegal.
Mengingat tingginya risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh OT mengandung BKO, Badan POM mengeluarkan peringatan atau public warning, dengan tujuan agar masyarakat lebih waspada dan tidak mengonsumsi produk berbahaya tersebut.
Dia mengatakan, OT mengandung BKO bukan hanya ditemukan di Indonesia, melainkan juga di seluruh dunia.
Berdasarkan informasi melalui ASEAN Post-Marketing Alert System (PMAS) dan informasi dari negara lain, sebanyak 50 OT dan suplemen kesehatan (SK) mengandung BKO juga ditemukan di Singapura, Australia, Kanada, dan Amerika Serikat.
Sebagai tindak lanjut hasil temuan, kata dia, BPOM melakukan penarikan dari peredaran terhadap OT mengandung BKO tersebut dan dilanjutkan dengan pemusnahan. Pada 2016, pemusnahan telah dilakukan terhadap produk jadi OT senilai Rp36,5 miliar dan bahan baku senilai Rp3 miliar. (Ant)
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...