OKI Kecam Keputusan Trump Akui Yerusalem Ibu Kota Israel
ISTANBUL, SATUHARAPAN.COM - Para pemimpin negara mayoritas Muslim, hari Rabu (13/12) bertemu di Istanbul dan mengecam keras keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Pertemuan berlangsung sementara keresahan berlanjut di Timur Tengah, dan kecaman meningkat terkait keputusan Trump tersebut.
Sidang darurat Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Istanbul itu diprakarsai Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Turki saat ini memegang jabatan sebagai ketua OKI.
“Saya mengajak negara-negara yang menghargai keadilan dan hukum internasional untuk mengakui Yerusalem yang diduduki Israel sebagai ibu kota Palestina,” kata Erdogan pada awal pertemuan itu hari Rabu (13/12).
Presiden Palestina Mahmoud Abbas, raja Yordania Abdullah II, presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, presiden Bangladesh Abdoul Hamid dan presiden Iran Hassan Rouhani termasuk di antara 22 kepala negara yang hadir. Mesir, Arab Saudi, dan 23 negara lain mengirim delegasi.
Sebagian kecaman paling keras datang dari Mahmoud Abbas, yang mengatakan keputusan Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, menurut kata-katanya, adalah sebuah kejahatan. Ia mengatakan Palestina tidak akan menerima peran Amerika dalam proses perdamaian dan mulai sekarang menuduh Amerika memihak Israel.
Abbas mengatakan, “Kita hadir di sini hari ini untuk mengatakan dengan tegas: Yerusalem dari dulu sampai sekarang adalah ibu kota Negara Palestina.”
Abbas juga menyerukan agar PBB mengambil alih proses perdamaian.
Sesi foto bersama dalam KTT LB OKI di Istanbul, Turki, Rabu (13/12). (Foto: BPMI)
Meskipun keputusan Trump terkait Yerusalem menimbulkan kecaman luas, masih ada pertanyaan apakah kemarahan mengenai keputusan itu dapat mengatasi perpecahan politik di dunia Arab, dan khususnya, antara para pemimpin Arab.
Resminya, Arab Saudi telah mengecam keputusan Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Pernyataan Arab Saudi menyebut keputusan itu tidak dapat dibenarkan dan tidak bertanggung jawab, dan merupakan langkah mundur dalam upaya memajukan proses perdamaian.”
Arab Saudi mengirim menteri urusan agama ke pertemuan ini, yang ditafsirkan para analis sebagai isyarat bahwa Arab Saudi tidak begitu antusias dalam menanggapi keputusan Presiden Trump terkait Yerusalem itu.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusolgu, berbicara melalui televisi Turki hari Selasa, menyindir negara-negara Arab tertentu karena tidak mengambil sikap lebih tegas dalam menghadapi Washington.
Ia mengatakan, ini adalah karena mereka takut kepada Washington. Tampaknya negara-negara Arab tertentu menahan diri untuk tidak menantang Trump, tambahnya.
Meskipun menghadapi rintangan diplomatik serius, Erdogan berharap pertemuan puncak darurat ini akan menghasilkan rencana tindakan untuk menghadapi Trump, berjudul Deklarasi Istanbul.
Erdogan telah merintis tentangan di kalangan para pemimpin Muslim dan Eropa untuk menentang keputusan Trump mengenai Yerusalem. Dalam kunjungan ke Ankara mari Senin, presiden Rusia Vladimir Putin mendukung sikap Erdogan.
Pertemuan puncak Istanbul hari Rabu menjadi mimbar dunia bagi Erdogan pada saat ia menghadapi meningkatnya isolasi oleh sekutu-sekutunya.
Perbedaan pendapat antara negara-negara yang menghadiri pertemuan ini diduga akan menjadi tantangan bagi Erdogan. Namun dengan protes disertai kekerasan terus berlangsung terkait Yerusalem, para pengamat menduga Erdogan akan memanfaatkan kemarahan itu dan menekankan pentingnya sikap bersama yang kokoh. (VOA)
Editor : Melki Pangaribuan
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...