Omongan Ganjar Tak Digubris, Warga Bakar Sanggar Sapta Darma
REMBANG, SATUHARAPAN.COM – Perintah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo agar tiap warga di daerahnya dapat bebas mengekspresikan iman, ternyata tidak digubris. Selasa (10/11), rumah ibadah penganut kepercayaan Sapta Darma dibakar massa.
Menurut siaran dari elsaonline.com, sanggar Sapta Darma di Dukuh Blando, Desa Plawangan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah yang bernama Candi Busono itu sedang dalam proses pembangunan. Kejadian sekitar pukul 10.30 WIB.
“Massa sekitar 40-50 orang. Waktu kejadian saya sedang tidak di tempat. Saya dikabari warga penganut Sapta Darma bahwa rumah ibadah kami dibakar,” terang Ketua Persatuan Sapta Darma (Persada) Kabupaten Rembang, Sutrisno, melalui telepon, Selasa.
Sutrisno bercerita, sekitar lima menit sebelum terjadi pembakaran, Kepala Desa dan Camat menghubunginya. Kedua wakil pemerintah itu meminta supaya Sutrisno menghentikan proses pembangunan sanggar. Atas permintaan Kades dan Camat itu, Sutrisno menghubungi tukang yang sedang mengerjakan pembangunan.
“Niat saya menghubungi untuk menghentikan pembangunan, ternyata sanggar sudah dibakar. Bangunan rusak semua, ya yang namanya dibakar ya hancur. Kami mengalami kerugian materi kurang lebih 100 juta rupiah. Kalau imateri tak terhitung,” katanya.
Saat ditanya apakah ada yang mencurigakan sebelum terjadi pembakaran, Sutrisno membenarkan.
“Pada Minggu, (8/11) sekitar pukul 23.25 WIB, malam, sanggar kami didatangi delapan orang. Mereka keluar masuk bangunan terekam oleh kamera CCTV yang kebetulan kami pasang,” katanya.
Bupati Memaksa Pembangunan Dihentikan
Memang, sanggar tersebut sempat diancam akan diserang oleh sekelompok warga yang mengatasnamakan Forum Umat Islam (FUI) Desa Plawangan. Ancaman datang, karena pengurus sanggar menolak untuk menandatangani surat pernyataan penghentian renovasi pembangunan sanggar.
“Saya ditekan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan Forum Umat Islam (FUI) Desa Plawangan, supaya menghentikan renovasi pembangunan sanggar. Mereka menyodorkan surat pernyataan, tapi saya menolak karena saya sudah sesuai dengan undang-undang,” kata Sutrisno, awal September lalu.
Sutrisno bersama warga Sapta Darma lainnya pun sempat bertemu dengan Plt Bupati Rembang Suko Mardiono. Sutrisno bertemu dengan Plt Bupati di ruang Pendopo Bupati pada Rabu, (2/9) malam. Hasil pertemuan itu sangat mengecewakan pihak warga Sapta Darma.
“Untuk sementara jangan diteruskan membangun dulu. Supaya bisa meredam suasana. Itu kan demi keselamatan sampean,” kata Sutrisno, menirukan solusi yang ditawarkan Plt Bupati.
Sutrisno menambahkan lagi, dirinya bertekad meneruskan pembangunan karena mendapat restu dari Kepala Kesbangpol Kabupaten Rembang.
”Kepala Kesbangpol mengizinkan untuk meneruskan pembangunan. Akhirnya kami meneruskannya,” katanya.
Setelah pertemuan itu, sanggar Candi Busono di Desa Plawangan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang didatangi sekelompok orang. Mereka tak setuju dengan pembangunan sanggar dan menyerukan untuk menghentikan pembangunan.
Ada sekitar 30 orang yang meminta proses pendirian sanggar dihentikan. Padahal syarat dan ketentuan untuk pembangunan sanggar sudah tidak mengandung masalah.
Ganjar Tegaskan Semua Warga dapat Beribadah
Sebelumnya, Ganjar Pranowo, menegaskan tiap orang yang lahir dan tinggal di Indonesia memiliki hak yang sama. Termasuk mengekspresikan keyakinan agama atau kepercayaannya sesuai dengan undang-undang.
Untuk persoalan di Rembang, Ganjar telah memerintahkan Plt Bupati Rembang Suko Mardiono untuk turun menyelesaikan persoalan. Suko Mardiono diminta untuk bersikap adil dan berdialog dengan para pihak untuk mencari solusi terbaik. “Saya sudah perintah bupati untuk mengumpulkan. Saya minta untuk ngobrol baik-baik, diajak berdialog,” ucapnya.
Ganjar juga mendengar masalah yang mengitari Sapta Darma di wilayah lain yang masih berpotensi terjadi insiden. Di Brebes misalnya, masih ada penganut Sapta Darma yang ditolak pemakamannya di pemakaman umum. “Padahal dia lahir dan hidup di Indonesia. Jadi tidak boleh begitu,” ia menambahkan. Rupanya perkataan Ganjar itu hanya dianggap angin lalu.
Atas kejadian ini, Direktur Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang, Tedi Kholiludin mendesak Plt Bupati Rembang, Suko Mardiono dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo untuk hadir dan menyelesaikan persoalan ini. Dalam perundang-undangan sudah jelas diatur mengenai pembangunan sanggar bagi penganut Kepercayaan..
“Supaya tidak berkelanjutan kami harap pemerintah turun tanganlah. Kalau pemerintah ada iktikad baik untuk menyelesaikan, panduannya sudah jelas peraturan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: 43/41 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa,” kata Tedi.
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...