Oposisi Iran di Pengasingan Sedang Menggalang Persatuan
SATUHARAPAN.COM - Delapan tokoh pembangkang Iran di pengasingan membahas cara menyatukan oposisi yang terfragmentasi pada hari Jumat (10/2), di tengah acara kelompok pro pemerintah yang menandai peringatan Revolusi Islam tahun 1979 di dalam negeri.
Iran diguncang oleh kerusuhan nasional setelah kematian seorang perempuan muda Kurdi Iran dalam tahanan polisi pada bulan September setelah dia ditahan karena melanggar aturan berpakaian Islami yang ketat untuk perempuan. Protes adalah salah satu tantangan terkuat bagi Republik Islam sejak revolusi.
"Republik Islam telah bertahan karena perbedaan kita dan kita harus mengesampingkan perbedaan kita sampai kita datang ke tempat pemungutan suara," kata peraih Nobel Shirin Ebadi dalam pesan video kepada pertemuan tokoh-tokoh oposisi terkemuka di Universitas Georgetown di Washington, Amerika Serikat.
Advokat hak-hak perempuan yang berbasis di AS, Masih Alinejad, mengatakan: "Kita harus menyetujui prinsip-prinsip berdasarkan deklarasi hak asasi manusia, tentang penghapusan diskriminasi, dan prinsip-prinsip yang dapat dilihat oleh setiap orang Iran, dan yang menggambarkan akhir dari penindasan."
Alinejad berharap kesepakatan tentang prinsip-prinsip oposisi dapat dicapai pada akhir tahun 2023.
Ditanya mengapa hanya ada satu pemimpin Kurdi di antara delapan orang itu, Reza Pahlavi, putra Shah Iran yang diasingkan, berkata: “Anda tidak perlu menunggu undangan untuk berpartisipasi... Ini adalah bus gratis!”
Oposisi Iran telah lama terpecah menjadi banyak faksi, baik di dalam maupun luar negeri, termasuk kaum monarkis, republikan, sayap kiri, dan organisasi yang mengelompokkan etnis minoritas termasuk Kurdi, Baluchis, dan Arab.
Sementara itu, media pemerintah Iran menayangkan kembang api sebagai bagian dari perayaan yang disponsori negara, dan orang-orang meneriakkan seruan umat Islam “Allahu Akbar!” Tetapi banyak yang terdengar meneriakkan "Matilah diktator!" pada video yang diposting di media sosial.
Sebuah video yang konon berasal dari distrik Afsariyeh di Teheran menunjukkan kembang api di kejauhan sementara pengunjuk rasa terdengar meneriakkan "Matilah Republik Islam."
Video media sosial serupa, yang tidak dapat diverifikasi secara independen, membawa slogan-slogan anti pemerintah yang diteriakkan dari jendela dan atap oleh pengunjuk rasa yang tinggal di rumah di beberapa kota.
Secara terpisah pihak berwenang pada hari Jumat membebaskan pembangkang Farhad Meysami yang melakukan aksi mogok makan, sepekan setelah para pendukungnya memperingatkan bahwa ia berisiko mati karena memprotes kewajiban mengenakan jilbab.
Pembebasan tersebut merupakan bagian dari amnesti yang menandai ulang tahun revolusi. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...