Orang Terdekat di Tengah Pandemi: Siapa Mengancam Siapa?
SATUHARAPAN.COM-Dalam pekan yang baru berlalu, Kementerian Kesehatan menyebutkan ada 1.146 klaster penyebaran virus corona menyebab COVID-19. Klaster terbaru termasuk pondok pesantren, kantor, fasilitas pelayanan kesehatan, kelompok arisan dan komunitas kelurahan.
Sebelumnya, klaster penularan COVID-19 juga meliputi pabrik, kantor swasta, pemerintah, sekolah, rumah ibadah dan kegiatan keagamaan, serta pasar. Dan belakangan juga sudah mulai disebut klaster keluarga. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Puspayoga, bahkan menyebutkan bahwa klaster keluarga cenderung meningkat.
Satuan Tugas Penanganan COVID-19, beberapa kali mengaingatkan bahwa manusia merupakan perantara utama penularan virus itu. Penularan virus terjadi ketika ada kontak langsung dari orang terdekat yang terinfeksi.
Penyakit pneumonia yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 ini berbeda dengan flu babi atau flu burung dalam penyebarannya. Yang kedua terakhir menyebar melalui hewan, sementara virus penyebab penyakit COVID-19 ini ditularkan terutama oleh manusia.
Catatan lain yang penting dalam pekan-pekan terakhir adalah kasus baru harian yang dilaporkan oleh Satgas. Kita mencatat bahwa kasus baru terus meningkat, bukan saja telah memasuki empat digit dan berada di atas 4.000 kasus per hari, terapi juga sering jumlah kasus baru ini lebih besar dari jumlah pasien yang sembuh. Artinya pasien aktif terus bertambah.
Situasinya sejalan dengan terisinya fasilitas Rumah Sakit Darurat dan Fasilitas Isolasi Mandiri di Wisma Atlet Kemayoran Jakarta oleh pasien COVID-19. Meskipun itu lebih mencerminkan situasi Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) yang merupakan pusat penyebaran virus.
Penularan Di Antara Orang Terdekat
Ketua Penanganan COVID-19, Doni Monardo, beberapa kali mengingatkan juga bahwa penyebaran virus itu terjadi di antara orang terdekat. "Bukan orang yang jauh dari kita. Yang menulari kita adalah orang yang terdekat... yakni keluarga, saudara, sanak famili atau teman sekerja. Itulah yang berpotensi.”
Alasannya jelas, bahwa orang terdekat itulah yang lebih mungkin dan lebih sering kontak dengan kita. Itu sebabnya, setidaknya kasus di Indonesia, klaster itu sangat bervariasi dari kontak pedagang dan pelanggan, hingga suami-istri dan dengan anak-anak.
Karena penularan di antara orang terdekat ini yang membuat memakai masker, jaga jarak dan cuci tangan menjadi sangat berperan dalam mencegah penularan virus. Sayangnya kampanye memakai masker di bulan Agustus, dan bulan September ini fokus pada kampanye jaga jarak sosial (dan nanti Oktober kampanye cuci tangan) kurang dijalankan warga, sehingga kasus baru terus meningkat.
Klaster keluarga yang disebutkan meningkat, bahkan sebenarnya peringatan bahwa kemungkinan keluarga akan menjadi pusat penularan, karena keluargalah yang memiliki hubungan paling dekat. Orang bisa membawa virus dari kantor, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, pasar, tempat ibadah, pabrik, atau angkutan umum, ke rumah dan menulari anggota keluarga. Dan nantinya dari keluarga ini virus akan menyebar lagi ke tempat-tempat tersebut.
Situasi ini diperkuat pernyataan Satgas bahwa tujuh persen pasien di RS Darurat di Wisma Atlet adalah orang yang tidak pernah keluar rumah. Itu berarti ada anggota keluarga yang “mendatangkan” virus ke rumah.
Terancam dan Mengancam
“Jadi sebenarnya kita yang terdekat satu sama lain itu adalah saling mengancam,” kata Ketua Satgas, Doni Monardo.
Masalahnya adalah pada orang terdekat yang membawa virus dan tidak menunjukkan gejala sakit (karier), dan ini yang mendorong orang kurang peduli pada ancaman sebenarnya. Satgas menyebutkan bahwa satu anggota keluarga yang tidak menjalankan protokol kesehatan bisa berarti ancaman bagi seluruh keluarga, dan komunitas di mana dia berkontak.
Sikap merasa terancam ini muncul secara dramatis pada awal pandemi di Indonesia dan mendemonstrasikan kehebohan. Sejumlah kasus bahkan menunjukkan respons yang berlebihan. Orang yang terinfeksi nyaris “dikucilkan”, bahkan jenazahnya ditolak dimakamkan di suatu wilayah, atau petugas kesehatan dan orang terinfeksi diusir dari komunitas.
Ada kecenderungan bahwa respons itu lebih kepada orang merasa terancam oleh orang lain yang mungkin membawa virus corona. Dan ini beralasan, karena protokol kesehatan sering diabaikan, tetapi kecenderungan itu mengarah kepada orang lain yang mengancam untuk dijauhkan.
Sayangnya, kesadaran yang sebaliknya tidak cukup kuat untuk kita tumbuhkan, yaitu kesadaran bahwa kita juga mengancam orang lain, bahkan orang terdekat kita. Dan itu nyata sekali ketika kita tidak berperilaku sehat. Kesadaran akan adanya ancaman dari orang dekat, dan sekaligus kita berpotensi mengancam orang dekat, harus tumbuh bersama. Ini yang menegaskan bahwa dalam menghadapi COVID-19, meselamatkan diri sekaligus berarti menyelamatkan orang lain (terdekat).
Yang diperlukan sekarang adalah membangun normal dan kebiasaan baru yang mencerminkan bahwa setiap kita tidak akan menjadi ancaman bagi orang lain, bahkan orang terdekat. Pandemi ini tampaknya tidak akan lenyap hanya dengan kecurigaan bahwa orang lain mengancam kita, tetapi virus akan tersingkir ketika kita terus memastikan diri tidak menjadi ancaman penularan. Ini dilakukan secara individu, sekaligus komunitas secara bersama.
Pandemi COVID-19 adalah tantangan yang nyata, sebagai individu dan komunitas, bahkan dalam komunitas global, tentang seberapa kita memiliki empati dan solidaritas kepada sesama, bahkan orang terdekat kita. Jadi, protokol kesehatan itu lebih tentang bagaimana setiap kita bertindak untuk tidak menjadi ancaman bagi orang lain (terdekat).
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...