Organisasi HAM Terkemuka Pilih 3 Pembela HAM
JENEWA, SATUHARAPAN.COM – Tiga pembela hak asasi manusia menyisihkan lebih dari 75 kandidat lain karena kerja keras mereka menegakkan keadilan dan memperjuangkan hak-hak orang yang kurang beruntung dan terpinggirkan, yang sering kali membahayakan kebebasan dan kehidupan pribadi mereka.
Eren Keskin, pengacara dan aktivis hak asasi manusia di Turki dipenjara pada Agustus 2016, sebagai bagian dari penumpasan nasional selama satu bulan setelah upaya kudeta yang gagal terhadap presiden negara itu.
Direktur Martin Ennals Foundation, Michael Khambatta, mengatakan kepada VOA pada saat penangkapannya, Keskin adalah pemimpin redaksi surat kabar yang meliput isu-isu Kurdi. Menurutnya, Keskin bertanggung jawab atas sejumlah besar artikel yang diterbitkan dan dijatuhi hukuman 12,5 tahun. Kasus ini sedang dalam proses banding.
“Pada dasarnya dia telah menggarap isu-isu perempuan, mulai dari kekerasan seksual di penjara, hingga salah satunya di mana dia benar-benar menciptakan sebuah organisasi. Dia menyorot isu-isu LGBTI dan isu-isu Kurdi, dan juga pada genosida Armenia. Ini adalah empat prioritas utamanya sejak tahun 1996,” kata Khambatta.
Calon kedua, Marino Cordoba Berrio, anggota kelompok etnis Afro-Kolombia, telah memperjuangkan hak milik atas tanah mereka.
Khambatta mengatakan, Berrio menghadapi ancaman dan serangan dari pemilik tanah yang berpengaruh yang hendak mengeksploitasi lahan, untuk penebangan kayu dan penambangan komersial.
Calon terakhir, Abdul Aziz Muhamat dari Darfur, Sudan. Dia melarikan diri ke ibu kota Khartoum, terjerat masalah sebagai aktivis mahasiswa dan melarikan diri lagi ke Australia untuk mencari suaka. Dia telah ditahan di Pulau Manus, Papua Nugini, selama lima tahun terakhir.
Khambatta mengatakan, Muhamat telah mengadvokasi ratusan orang yang hidup dalam kondisi yang mengerikan dan seperti terhukum di pulau itu. Dia melakukan itu dengan keahliannya menggunakan media sosial dan podcast.
"Dia tetap tenang dan dia menjadi suara ke dunia yang lebih luas, khususnya ke Australia mengenai dampak dan konsekuensinya. Hal-hal nyata yang dia soroti tidak hanya kondisi sebenarnya di kamp itu, tetapi fakta bahwa mereka tidak memiliki tempat untuk pergi dan mereka tidak punya masa depan,” katanya.
Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia, Michele Bachelet, akan mengumumkan pemenang Penghargaan Martin Ennals pada 13 Februari. Pemenang akan menerima hadiah uang tunai $30.000 (Rp456 juta). Dua pemenang kedua masing-masing akan menerima $10.000 (Rp152 juta). (Voaindonesia.com)
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...