PACTA: Pengalaman Finlandia Bisa Bantu Komnas HAM
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peace Architecture and Conflict Transformation Alliance (PACTA), lembaga nonpemerintah Finlandia di bidang resolusi konflik, mengatakan pengalaman Finlandia melakukan rekonsiliasi bisa membantu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam menegakan perdamaian di Aceh.
"Kami berhasil melakukan rekonsiliasi atas peristiwa perang saudara yang terjadi setelah kemerdekaan Finlandia pada 1917 dan mengakibatkan 2,5 persen dari jumlah laki-laki Finlandia tewas," ujar General Manager (GM) PACTA Juha Christensen di Jakarta, Senin (16/2).
Untuk itulah, PACTA-Komnas HAM terus mendorong rekonsiliasi di Aceh, salah satunya melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) pada Senin (16/2) yang dilakukan di Kantor Komnas HAM, Jakarta.
"MoU bertujuan mendorong pelaksanaan rekonsiliasi agar perdamaian di Aceh bisa dipertahankan. Rekonsiliasi merupakan kesepakatan damai Helsinki pada Agustus 2015 yang belum dilaksanakan," kata Juha Christensen.
Christensen melanjutkan usaha rekonsiliasi yang ditempuh di Finlandia bukanlah hal mudah. Perlu waktu puluhan tahun agar perdamaian bisa benar-benar terwujud.
"Rekonsiliasi adalah sebuah proses panjang. Finlandia baru berhasil melakukan rekonsiliasi pada tahun 1990-an setelah ada laporan komisi independen tentang apa yang terjadi saat perang saudara," kata dia.
Proses tersebut meliputi pembukaan fakta-fakta terkait perang saudara, siapa pelaku dan korbannya. "Finlandia berhasil melakukan rekonsiliasi dan itulah mengapa kami terus berperan aktif dalam penyelesaian berbagai konflik di dunia, termasuk Aceh," ujar Christensen.
Hal senada disampaikan Ketua Komnas HAM Hafid Abbas yang menyatakan rekonsiliasi perlu dilaksanakan melalui pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang tertuang dalam Qanun (peraturan daerah) Aceh Nomor 17/2013.
"Kami terus mendorong rekonsiliasi melalui pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, walaupun hal ini masih terkendala undang-undang," kata Hafid Abbas.
Pada 2004, Indonesia sebenarnya telah memiliki undang-undang (UU) tentang KKR, yang tertuang dalam UU Nomor 27 Tahun 2004.
Namun, pada 7 Desember 2007, Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan undang-undang tersebut melalui Putusan Nomor 006/PUU-IV/2006.
Sementara itu menurut Komnas HAM, pemerintah Aceh belum sepenuhnya melaksanakan Qanun Aceh 17/2013 yang penyusunannya didasarkan pada MoU perdamaian antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki pada 15 Agustus 2005. (Ant)
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...