Pagar
SATUHARAPAN.COM Hampir setiap rumah memiliki pagar. Memang ada kompleks perumahan cluster yang antarrumah tidak berpagar, tetapi tetap saja ada pagar pemisah antara kompleks perumahan itu dan lingkungannya, ditambah satuan pengamanan yang menjaga kompleks tersebut 24 jam.
Ada pagar sederhana, terbuat dari bambu, ada pagar hidup karena terbuat dari susunan tumbuhan yang sengaja ditanam, ada pula yang terbuat dari besi. Ada pagar setinggi lutut, setinggi dada orang dewasa, malah ada yang lebih tinggi dari rumah. Dan tentu saja ada yang murah, ada pula yang selangit harganya. Pagar dibuat dalam rangka menunjukkan batas, garis demarkasi sebuah kepemilikan, juga demi keamanan.
Dalam perkembanganya, makna pagar bukan lagi sebagai batas kepemilikan, bukan pula sebagai garis demarkasi, namun telah berubah menjadi simbol keberadaan, simbol kekayaan, simbol status sosial, dan sekaligus juga simbol ketakutan.
Semakin kokoh dan kuat sebuah pagar, sejatinya hendak menceriterakan seberapa gelisah, khawatir, dan takutnya Sang Pemilik rumah. Semakin kuat dan tingginya pagar, semakin menunjukkan betapa kerdilnya Sang Pemilik rumah menatap kehidupan. Sebab dengan sengaja dia membatasi relasi dengan sekitar. Bisa jadi, ia melihat lingkungan sekitar sebagai ancaman, sehingga membuat pagar sekokoh mungkin.
Sesungguhnya, hidup manusia memerlukan pagar demi kejelasan batas-batas kehidupan, demi sebuah rambu-rambu kehidupan. Karena tanpa batasan-batasan (pagar) maka manusia akan kehilangan jati diri, kehilangan identitas.
Namun demikian, pagar bukanlah penjara, yang memasung kehidupan. Pagar seharusnya memberi kehidupan. Jikalau pagar itu malah memenjarakan kehidupan, semestinya kita runtuhkan saja!
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Obituari: Mantan Rektor UKDW, Pdt. Em. Judowibowo Poerwowida...
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Mantan Rektor Universtias Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Dr. Judowibow...