Pakai Kaus Barcelona di Uni Emirat Arab Bisa Dipenjara 15 Tahun
DOHA, SATUHARAPAN.COM - Seorang pria mengenakan kaus Neymar FC Barcelona di Dubai atau Abu Dhabi adalah pemandangan biasa. Klub sepak bola Spanyol sangat populer di negara-negara Arab, termasuk negara-negara Teluk, dan pemain Barcelona dicintai jutaan orang, terutama remaja dan anak-anak.
Tapi sekarang penggemar klub Barcelona di Uni Emirat Arab (UEA) tidak bisa lagi mengenakan kaus klub favorit mereka di area publik atau posting apapun di media sosial yang berbau Qatar.
Setelah mengakhiri kontrak selama enam tahun dengan Qatar Airways pada tahun lalu, Barcelona menandatangani perjanjian sponsor dengan raksasa e-commerce Jepang, Rakuten, yang akan mulai dipasang di jersey Barcelona pada musim depan (2017-2018). Tetapi kaus penggemar dengan lambang Qatar Airways masih banyak beredar.
Awal pekan ini, Jaksa Agung UAE, Hamad al Shamsi mengumumkan bahwa posting di media sosial yang bersimpati kepada Qatar dapat dihukum tiga sampai 15 tahun penjara, atau denda paling sedikit 500.000 dirham atau lebih dari 1,5 miliiar rupiah.
Hamad mengatakan tindakan tersebut diterapkan sebagai akibat langsung dari kebijakan "permusuhan" dan tidak bermoral pemerintah Qatar terhadap negaranya.
UEA bersama Arab Saudi dan enam negara lainnya awal bulan ini memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar karena negara itu dianggap mendukung organisasi teroris dan pro-Iran. Doha membantah tuduhan itu.
Ada upaya dari negara tetangga, Amerika Serikat, dan Uni Eropa untuk menyelesaikan krisis tersebut, namun sejauh ini belum ada hasilnya.
Fans Barcelona di UEA kini mendapati dirinya berada di tengah krisis diplomatik tersebut. Pelarangan atas produk dan simbol Qatar dilaporkan sangatlah parah, hingga seperti yang diposting oleh seorang blogger Raed Al-Emadi dimana sebuah poster trio Barcelona dengan logo Qatar Airways yang ditutup. (dw.de)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Pemerhati Lingkungan Tolak Kekah Keluar Natuna
NATUNA, SATUHARAPAN.COM - Pemerhati Lingkungan di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) menolak h...