Pakar Hukum Dihadirkan dalam Persidangan PT SHS
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pakar Hukum Dian Andriawan dihadirkan sebagai saksi ahli dalam persidangan kasus dugaan korupsi penyaluran benih fiktif PT Sang Hyang Seri (PT SHS) yang melibatkan Kementerian Pertanian dan merugikan negara 112 miliar rupiah dengan terdakwa Direktur Produksi Yohanes Maryadi Padyaatmaja dan Direktur Pemasaran Kaharudin.
Dian Andriawan mengemukakan dalam kasus korupsi yang dilakukan korporasi maka konvensi internasional PBB anti korupsi, UNCAC (United Nations Convention against Corruption), bisa digunakan sebagai rujukan. Karena konvensi ini sudah diratifikasi Indonesia.
“Saya melihat konvensi sebagai salah satu sumber hukum yang dapat dijadikan dasar untuk menafsirkan sesuatu yang tidak jelas,” kata pakar hukum dari Trisakti ini di Pengadilan Tipikor Kuningan Jakarta pada Jumat (23/5).
Dia menunjukkan bahwa rumusan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak memperinci subyek hukum terkait kejahatan korporasi.
“Kalau mengacu pada pasal 3 saja maka tidak semua orang bisa ditarik ke pasal 3. Karena hanya mereka yang memiliki wewenang bisa menyalahgunakan wewenang.”
Dalam kasus kerugian negara oleh PT SHS, dia menyoroti bahwa yang terjadi adalah kejahatan dalam korporasi sehingga yang berlaku tanggungjawab individu. “Tidak bisa diterapkan prinsip-prinsip atau asas-asas yang berlaku pada kejahatan korporasi. Maka yang berlaku tanggungjawab individu, maka berlaku siapa yang berbuat dia yang bertanggungjawab.”
Dia berpendapat bahwa bila pihak Direksi PT SHS tidak mengetahui perbuatan pegawai di tingkat cabang atau regional yang merugikan negara maka tanggungjawab merugikan negara tidak bisa dikenakan kepada pihak Direksi.
Bila PT SHS dalam menjalankan tugas melanggar Keputusan Menteri BUMN sementara dalam Keputusan Menteri itu tidak memberlakukan satu pun aturan pidana maka hanya dapat dikenakan melanggar ketentuan administrasi. “Tidak bisa tanggungjawabnya meloncat menjadi tanggungjawab pidana,” kata Dian Andriawan.
Dian Andriawan menjelaskan pula perbedaan pengertian memperkaya diri sendiri dengan menguntungkan diri sendiri dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dikenakan pada para tersangka kasus korupsi. “Kata memperkaya ini artinya bertambahnya harta kekayaan seseorang karena suatu perbuatan korupsi. Artinya bertambahnya harta kekayaan seseorang itu karena suatu korupsi yang dilakukan secara melawan hukum. Pertambahan ini harusnya nilai besar karena kata memperkaya bukan hal kecil. Berbeda dengan meguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.”
Sementara tindakan menguntungkan diri berarti ada unsur penyalahgunaan wewenang, tetapi bukan upaya memperkaya diri.
Ada tiga hal yang bersifat kumulatif seseorang dapat dikategorikan bukan tersangka korupsi. “Tiga hal yang dimaksud yaitu negara tidak dirugikan, kepentingan umum terlayani, terdakwa tidak mendapatkan untung ,” kata pakar hukum itu.
Editor : Bayu Probo
Haul Gus Dur, Menag: Gus Dur Tetap Hidup dalam Doa
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Menteri Agama, Nasaruddin Umar, mengatakan, “Gus Dur adalah pribadi y...