Pakar: Kereta Cepat Proyek Sesat Pikir dan Bebani Anak Cucu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Hari ini Presiden Joko Widodo dijadwalkan menginisiasi dimulainya pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Peresmiannya dilakukan di di kawasan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan, sebelumnya telah mengeluarkan izin trase kereta api cepat Jakarta-Bandung.
Tidak dapat dipungkiri, proyek ini masih menyisakan kontroversi. Sebagian kalangan mengatakan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dalam rencana kegiatan pembangunan jalan kereta api cepat Jakarta-Bandung ini terlalu dipaksakan. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, memang telah membantah. Namun sinyalemen tersebut belum padam.
Ekonom Faisal Basri, yang oleh Presiden Joko Widodo pernah dipilih memimpin Tim Reformasi Tata Kelola Migas, adalah tokoh terbaru yang menyuarakan kritik keras. Ia bahkan menyerukan agar proyek itu dibatalkan.
Menurut Faisal Basri, proyek kereta cepat adalah proyek sesat pikir dan tidak layak diteruskan.
"Mumpung belum mulai dibangun, batalkanlah kereta cepat Jakarta-Bandung. Bapak (Jokowi) bisa mendengarkan pemikiran para ahli transportasi di dalam negeri dan luar negeri yang tidak punya vested interest atas proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung," tulis Faisal Basri lewat blog pribadinya.
"Saya berkeyakinan mayoritas mereka akan menolak. Akal sehat saja sulit menerimanya. Mau cepat seperti apa kalau singgah di lima lokasi. Baru tancap gas sudah harus segera mengerem," kata dia.
Darmaningtyas, pengamat transportasi yang dihormati karena integritasnya, sejak awal telah mendeklarasikan penolakannya terhadap proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung dan Jakarta-Surabaya. Dan, menurut dia, Andrinof A.Chaniago, mantan kepala Bappenas yang adalah salah seorang kepercayaan Jokowi, juga mengatakan bahwa kereta cepat bukan prioritas Jokowi.
"Yang menjadi prioritas di era Jokowi adalah membangun infrastruktur di luar Jawa guna menciptakan pemerataan dan keadilan dalam pembangunan," kata Darmaningtyas, lewat blog pribadinya.
Menurut dia, persoalan ketimpangan infrastruktur transportasi antara Jawa dengan luar Jawa merupakan prioritas yang perlu dipecahkan segera dalam lima tahun mendatang demi keutuhan NKRI.
"Sangat tidak adil bila dana APBN sebesar Rp 150 triliun hanya untuk membangun kereta cepat di Jawa, dan hanya menghubungkan dua kota saja –padahal infrastruktur transportasi lainnya sudah berlimpah—sementara di luar Jawa mayoritas daerah mengalami defisit infrastruktur," tulis dia.
Andai pun kereta cepat dibangun oleh swasta murni (termasuk BUMN), kata dia, hal itu akan berdampak pada besaran tarif yang harus dibayar oleh penumpang. Bila tarif terlalu tinggi, tidak akan laku, dan kemudian diserahkan kepada pemerintah untuk mengelolanya.
"Dan, akhirnya membebani APBN. Jadi meskipun dibangun oleh swasta murni, ujung-ujungnya tetap akan membebani APBN seumur hidup, terutama untuk operasionalnya," kata dia.
Dalam hemat Darmaningtyas, kereta cepat tidak diperlukan baik sekarang maupun yang akan datang karena itu memang bukan kebutuhan Indonesia. Proyek ini, menurut dia, hanyalah keinginan Jepang dan Tiongkok.
Meskipun kereta super cepat akan membuat perjalanan Jakarta – Bandung dapat ditempuh dalam 37 menit, kata dia, tetapi dengan tarif yang tinggi, belum tentu akan menjadi pilihan warga.
Demikian pula Jakarta – Surabaya, selain telah tersedia jalur ganda KA, sebentar lagi akan terhubung dengan Tol Trans Jawa. Penerbangan Jakarta – Surabaya juga sudah bagus dan jauh lebih cepat daripada naik kereta cepat yang diperkirakan akan memakan waktu 2-2,5 jam.
"Bila kereta cepat tersebut dibangun oleh swasta, tentu tarifnya akan sama dengan tiket pesawat, sehingga orang akan tetap memilih naik pesawat terbang, akhirnya infrastruktur itu akan terbengkelai dan menjadi beban negara.
Yang menjadi sesat pikir lagi, adalah proyek ini tidak memberi kontribusi mengatasi kemacetan di dalam kota, baik di Jakarta, Bandung, maupun Surabaya yang menyebabkan perjalanan menjadi terhambat.
"Selama ini, Bandung - Jakarta dengan naik mobil atau KA; serta Surabaya – Jakarta dengan naik pesawat, jauh lebih cepat daripada perjalanan di dalam kota (Jakarta sendiri) karena macet. Dengan demikian, percuma saja perjalanan Bandung – Jakarta atau Surabaya – Jakarta super cepat, tapi perjalanan di dalam kota terhambat," kata dia.
Ia menganjurkan lebih baik mengalokasikan dana yang besar itu untuk pembangunan angkutan umum massal di Jakarta atau memeratakan pembangunan infrastruktur agar tidak terkonsentrasi di Jakarta. Dengan demikian penduduk pun menyebar ke daerah-daerah di luar Jawa dan akhirnya kemacetan di Jakarta terurai dengan sendirinya.
Menurut dia, membangun kereta cepat Jakarta – Bandung maupun Jakarta – Surabaya justru menjadi undangan yang buruk terhadap warga-warga di daerah untuk tinggal di Jakarta dan sekitarnya yang memiliki infrastruktur transportasi sangat lengkap.
"Bila ini yang terjadi, maka kita mengulangi kegagalan pembangunan nasional. Presiden Jokowi jangan mengulangi kesalahan masa lalu!"
Puluhan Anak Muda Musisi Bali Kolaborasi Drum Kolosal
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Puluhan anak muda mulai dari usia 12 tahun bersama musisi senior Bali be...