Pakar: MK Layak Tolak Perppu Pilkada Langsung
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) layak menolak kehadiran Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Perppu Pilkada) langsung yang diterbitkan oleh Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono.
“MK layak menolak Perppu Pilkada langsung,” kata Margarito kepada satuharapan.com lewat sambungan telepon, di Jakarta, Sabtu (13/12).
Menurut dia, penerbitan Perppu Pilkada langsung inkonstitusional, karena tidak memenuhi tiga hal yang menjadi syarat dikeluarkannya peraturan tersebut. “Ada tiga syarat khusus yang harus dipenuhi untuk mengeluarkan perppu, tapi ketiga hal itu tidak ada sama sekali dalam Perppu Pilkada langsung,” ujar Margarito.
Dia pun menjelaskan ketiga syarat tersebut, pertama dalam syarat adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang (UU), tidak terpenuhi karena setelah perppu itu dikeluarkan wilayah-walayah di Indonesia tidak ada yang melangsungkan pilkada.
Kedua, lanjut Pakar Hukum Tata Negara itu, pada syarat belum adanya UU yang mengatur sehingga terjadi kekosongan hukum, kembali tidak tepat. Karena, sebelumnya telah ada UU yang mengatur mengenai pilkada. “Demikian juga bila menggunakan alasan demi mengatasi prosedur pembuatan UU yang memerlukan waktu panjang, tidak tepat juga,” ujar dia.
“Oleh karena itu, tidak ada alasan MK untuk mengatakan perppu itu konstitusional,” kata dia.
Pelajaran Bagi Presiden
Selanjutnya ia menyampaikan, penolakan terhadap Perppu Pilkada langsung juga akan memberi pelajaran pada presiden untuk tidak salah menggunakan kewenangan darurat yang bertujuan menghabisi lawan politik dengan UU ataupun perppu.
“Presiden memiliki pandangan politik berbeda, langsung keluarkan perppu. Sama seperti yang dilakukan Pak SBY, keputusan DPR tidak sejalan dia langsung kembali ke istana dan mengambil senjata untuk menghabisi keutuan bersama,” kata dia.
”Bisa berbahaya demokrasi kita kalau begitu terus,” ujar dia.
Dia mengaku hal tersebut berpotensi terjadi bila kelak MK menerima Perppu Pilkada langsung. “Mengapa tidak sejak awal saja pemerintah memperjuangkan pilkada langsung, bukan malah membiarkan pilkada lewat DPR sah,” kata Margarito.
Dengan alasan demi rakyat dan lain sebagainya, langsung mengeluarkan perppu,” Alumni Universitas Hasanuddin, Makassar, itu menambahkan.
Oleh karena itu, kata Margarito, demi menghindari tersebut terjadi, lebih baik MK menyatakan Perppu Pilkada langsung inskontitusional, karena persyaratan mengeluarkan perppu tidak dipenuhi.
Perppu Berdasakan UU
Dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), mengenai perppu disebutkan “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.”
Penetapan PERPU yang dilakukan oleh Presiden ini juga tertulis dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang berbunyi:
“Peraturan pemerintah pengganti undang-undang adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.”
Berdasarkan Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 terdapat tiga syarat sebagai parameter adanya “kegentingan yang memaksa” bagi Presiden untuk menetapkan perppu, yaitu:
Pertama, adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.
Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai.
Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Editor : Bayu Probo
Rusia Jatuhkan Hukuman Penjara kepada Pengacara Alexei Naval...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Rusia pada hari Jumat (17/1) menjatuhkan hukuman penjara beberapa tahun kepa...